KPK terus mendalami kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian dengan tersangka mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Dua orang ajudan SYL ikut diperiksa sebagai saksi.
"Bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik telah selesai memeriksa saksi-saksi, sebagai berikut, Panji Harjanto Adc Menteri Pertanian, Ubaidah Nabhan Adc Menteri Pertanian," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (18/10/2023).
Pemeriksaan dua ajudan SYL itu dilakukan pada Senin (16/10). Tim penyidik mencecar dua saksi tersebut berkaitan dengan alur kegiatan dinas SYL selama menjabat Menteri Pertanian di Kementan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan alur kegiatan dinas dari tersangka SYL selaku Mentan," ujarnya.
Ali mengatakan kedua ajudan tersebut juga didalami perihal penggunaan pos anggaran terkait kegiatan dinas SYL.
"Selain itu, dikonfirmasi juga mengenai pos anggaran yang meng-cover kegiatan dinas dimaksud," ujarnya.
KPK telah menahan eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) sejak Jumat (13/10). SYL ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Selain SYL, KPK menetapkan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Kementan Muhammad Hatta sebagai tersangka. SYL, Kasdi, dan Hatta dijerat pasal pemerasan dan gratifikasi.
"Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (13/10).
Alexander mengatakan SYL juga dijerat sebagai tersangka kasus dugaan TPPU. Dia dijerat Pasal 3 dan/atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.
SYL diduga meminta adanya penarikan uang secara paksa pada jajaran eselon I dan II Kementan. Kebijakan itu turut dibantu oleh tersangka Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta dan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan tiap bulan SYL meminta anak buahnya di Kementan mengumpulkan setoran sebesar USD 4.000-10.000.
"Atas arahan SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, para direktur jenderal, kepala badan hingga sekretaris di masing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL dengan kisaran besaran mulai USD 4.000 sampai USD 10.000," jelas Tanak di KPK, Jakarta Selatan, Rabu (11/10).
Tanak mengatakan SYL memerintahkan Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta untuk menarik uang ke pegawai Kementan di tingkat eselon I dan II. Pemerasan itu lalu dikirimkan melalui penyerahan uang tunai hingga pemberian dalam bentuk barang dan jasa.
Uang pemerasan yang diterima SYL melalui tersangka Kasdi dan Hatta berupa pecahan mata uang asing tiap bulan. Uang itu dipakai untuk keperluan pribadi SYL, mulai pembayaran cicilan kartu kredit hingga mobil.
"Penggunaan uang oleh SYL yang juga diketahui KS dan MH antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL," sambungnya.
Hasil penyidikan KPK mengungkap besaran uang korupsi pemerasan dan gratifikasi yang diterima ketiga tersangka berjumlah Rp 13,9 miliar. Jumlah itu bisa terus bertambah.
Simak juga 'KPK Bakal Periksa Keluarga SYL, Dalami Aliran Dana Korupsi':