Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez mengecam penanganan demo di kebun sawit, Seruyan, Kalimantan Tengah (Kalteng) yang menewaskan warga. Polisi dinilai gegabah saat menangani demo warga yang berujung ricuh tersebut.
"Harusnya mengedepankan unsur preventif dalam menangani aksi demo apalagi yang dilakukan warga saat mereka menuntut haknya. Sebagai abdi negara, polisi seharusnya mengayomi masyarakat," kata Gilang dalam keterangan tertulis, Selasa (10/10/2023).
Sebagaimana diketahui, terjadi bentrokan antara pihak kepolisian dengan warga saat aksi demo pada Sabtu (7/10). Warga menuntut PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) memenuhi janji untuk memberikan 20 persen kebun plasma dan kawasan hutan di luar Hak Guna Usaha (HGU). Demo dilakukan karena pihak perusahaan tak memenuhi kesepakatan setelah puluhan tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam aksi tersebut, diketahui tiga orang warga mengalami luka-luka akibat tindakan represif aparat kepolisian. Bahkan, salah seorang warga tewas dengan luka tembak yang diduga dilakukan oleh oknum kepolisian.
Gilang mengecam aksi kekerasan yang terjadi, terlebih dengan adanya video bentrokan yang sempat viral di media sosial. Dalam video yang beredar, terlihat adanya sejumlah warga mengangkat rekannya yang terkapar bersimbah darah. Warga yang berdemo di kebun kelapa sawit berteriak-teriak meminta tolong agar temannya yang terluka dapat dievakuasi.
Di video lainnya, terdengar berkali-kali suara letusan tembakan. Bahkan, dari pengeras suara terdengar adanya perintah penembakan dari oknum polisi untuk membubarkan warga yang berdemo. Menanggapi viralnya video tersebut, Gilang menilai penanganan aksi demo dari pihak aparat sudah keterlaluan.
"Dari video saja sudah terlihat sadis, cara aparat memperlakukan warga yang demo tidak manusiawi," tegasnya.
Ia pun meminta pihak kepolisian melakukan pemeriksaan menyeluruh kepada seluruh anggotanya yang mengawal aksi demo. Meski polisi membantah pernyataan warga yang menyebut penembakan dilakukan dengan peluru tajam, namun menurutnya penyelidikan harus dilakukan secara tuntas.
"Kalau hanya pakai peluru hampa atau peluru karet, masa sampai ada yang meninggal. Ini bukti polisi gegabah dalam menangani demo, dan masyarakat jadi korban lagi," imbuhnya.
Legislator dari Dapil Jawa Tengah II itu menekankan pentingnya komitmen kepolisian untuk mengusut penembakan terhadap warga yang tengah berdemo di kebun sawit. Gilang juga menyoroti pernyataan Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Kalteng yang menyebut warga yang berdemo tidak menyerang polisi saat demo ricuh.
"Hasil penyelidikan sangat ditunggu oleh masyarakat untuk mencari pelaku penembakan. Harus dicek secara keseluruhan dari semua pihak," ungkap Gilang.
Dari pernyataan pihak AMAN, lanjut Gilang, warga memang membawa senjata tajam seperti mandau namun tidak digunakan. Menurut AMAN, warga yang berdemo juga tidak menyerang polisi saat demo ricuh karena mereka hanya berjaga di lokasi portal dan pondok-pondok di kebun sawit.
Untuk itu, Gilang mendorong transparansi dalam mengungkap peristiwa yang menyebabkan nyawa melayang ini. Menurutnya, diperlukan keterlibatan instansi atau lembaga lain agar hasil investigasi tidak berat sebelah, salah satunya keterlibatan Komnas HAM.
"Keterlibatan semua pihak atau stakeholder terkait sangat diperlukan untuk memastikan adanya transparansi dalam kejadian ini. Harus ada yang bertanggung jawab atas tewasnya seorang warga yang tengah menyuarakan aspirasinya di mana hak tersebut dilindungi dalam konstitusi," papar Gilang.
Simak juga 'Saat Komnas HAM: Ada Indikasi Kuat Pelanggaran HAM di Konflik Rempang':
Komisi III DPR yang membidangi urusan Hukum, HAM, dan Keamanan ini pun disebutnya mendorong perubahan di tubuh Polri terkait penanganan dalam pengawalan aksi demo. Ia menegaskan perlunya komitmen seluruh anggota kepolisian untuk menciptakan Polri Presisi seperti yang digaungkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
"Kalau mau bikin polisi Presisi ke depannya, harus dilakukan perubahan dalam penanganan demo. SOP-nya dicek," ujarnya.
Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR ini pun meminta adanya evaluasi kepada anggota polisi yang memegang senjata api, terlebih dengan adanya warga yang tewas terkena tembakan. Ia menyebut tes psikologi secara berkala diperlukan bagi anggota yang membawa senjata api saat bertugas.
"Penggunaan peluru tajam sudah di luar tujuan pengawalan demo. Harus dicek juga yang melakukan penembakan, kapan terakhir dia psikotes," kata Gilang.
Tak hanya itu, Gilang meminta tim investigasi memeriksa dugaan instruksi dari aparat untuk melakukan penembakan kepada warga yang sedang berdemo, sebagaimana yang terdengar dalam video. Ia mengatakan dugaan ini harus diselidiki dengan sakasama karena menjadi pelanggaran yang serius.
"Jika terbukti ada pelanggaran hukum, sanksi yang tepat harus diberikan kepada mereka yang bertanggung jawab," tegas Gilang.
"Dengan cara ini, kita dapat memastikan bahwa keamanan, hukum, dan hak asasi manusia tetap terjaga dalam masyarakat kita. Ini demi memastikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia," sambungnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti soal 20 orang warga yang ditangkap polisi buntut demo. Kendati demikian, mereka saat ini telah dibebaskan setelah mendapat jaminan.
"Polisi seharusnya bisa menjadi tempat berlindung bagi masyarakat yang kesulitan. Kita sangat berharap agar penegak hukum mengedepankan unsur humanis saat berhadapan dengan warga," pungkasnya.