Temui Wapres, Muhammadiyah Papua Harap Ada Pengadilan HAM di Jayapura

Temui Wapres, Muhammadiyah Papua Harap Ada Pengadilan HAM di Jayapura

Mulia Budi - detikNews
Selasa, 10 Okt 2023 14:02 WIB
Pegiat HAM sekaligus Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Papua, Subhan Hamid Massa (kemeja biru) (Mulia/detikcom)
Foto: Pegiat HAM sekaligus Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Papua, Subhan Hamid Massa (kemeja biru) (Mulia/detikcom)
Jayapura -

Wakil Presiden (Wapres) RI Ma'ruf Amin menggelar audiensi dengan pegiat kemanusiaan, HAM, dan perdamaian di Kantor Gubernur Papua, Jayapura. Pegiat HAM sekaligus Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Papua, Subhan Hamid Massa berharap ada pengadilan HAM di Papua.

"Dan ada permintaan ketika terjadi kasus HAM, hendaknya supaya masyarakat di sini juga merasa puas dan juga merasa terbuka mungkin kiranya ada pengadilan HAM itu berada di wilayah Papua terutama di Kota Jayapura ini," kata Subhan Hamid kepada wartawan usai audiensi dengan Wapres Ma'ruf Amin di Kantor Gubernur Papua, Jayapura, Selasa (10/10/2023).

Subhan mengatakan pengadilan HAM dibangun untuk menumbuhkan rasa percaya antara masyarakat dan pemerintah pusat. Dia menyebutkan pengadilan HAM terdekat dari Papua berada di Makassar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Supaya ada trust jadi memang di lapangan ini kalau kita ini, ada rasa ketidakpercayaan. Jadi ada kecurigaan bahwasanya pemerintah pusat tidak percaya dengan Papua, orang Papua juga tidak percaya, ini perlu titik-titik temuan. Nah, salah satu diantara yang diusulkan ada pengadilan HAM supaya mungkin mereka hadir, buat bisa mengikuti karena ini juga pengadilan terbuka juga kan. Karena selama ini pengadilan HAM, yang kami dapat informasi kan paling dekat ada di Makassar," ujarnya.

Dia mengatakan Ma'ruf Amin belum memberikan tanggapan terkait harapan pembangunan pengadilan HAM tersebut. Namun, dia mengatakan pihaknya menyadari persyaratan pembangunan pengadilan HAM.

ADVERTISEMENT

"Kami menyampaikan aspirasi dari temen-temen bahwa, tapi soal itu, belum ditanggapi, kami memahami ya karena pengadilan itu kan banyak persyaratan, banyak sarana, juga SDM-nya dan lain sebagainya, jadi sampai saat ini belum ditanggapi," ujarnya.

Kemudian, Subhan mengatakan ada lima poin yang disampaikan pegiat kemanusiaan, HAM dan perdamaian dalam audiensi tersebut. Di antaranya pendekatan penyelesaian konflik yang mengedepankan adat dan kultural Papua serta pendekatan hukum yang adil dan tegas.

"Yang pertama adalah tentang pendekatan penyelesaian di Papua ini perlu mengedepankan adat dan kultural orang Papua. Jadi penting sekali, perlu mempelajari kultur apa, kemudian implementasinya dalam bentuk pemerintahan itu menjadi acuan fondasi. Yang kedua adalah pendekatan ekonomi dengan hukum, jadi berbasis hukum yang berkeadilan dan tegas. Beda, tegas itu bukan berati keras, jadi memang dia lebih di tengah-tengah," ucapnya.

Lalu, dia juga berharap kehadiran pemerintah dapat dirasakan masyarakat Papua dari kota hingga pedalaman. Menurutnya, pelaksanaan sosialisasi di Papua juga belum dilakukan secara merata.

"Kemudian poin yang ketiga, hendaknya pemerintah itu bener-bener hadir ya, di semua aspek baik di perkotaan sampai pedalaman. Jadi kehadiran pemerintah itu bener-bener dirasakan," ujarnya.

"Yang menjadi masalah adalah sosialisasinya belum sampai di bawah sehingga kami juga pengiat HAM juga bertanya-tanya, ternyata ada produk yang bagus. Nah, jadi hadir dan juga penanganan keamanan itu harus humanis karena memang sisi keadilan ini semua ya universal ya, khusus di Papua sehingga tidak menimbulkan trauma," tambahnya.

Selanjutnya, dia juga mengatakan jika rekonsiliasi harus dilakukan berbasis kultural. Dia menyebutkan keinginan adanya pengadilan HAM di Papua merupakan poin kelima yang disampaikan pegiat HAM dalam audiensi tersebut.

"Terus, poin keempat, rekonsiliasi itu juga harus berbasis kultural, jadi kultur itu. Artinya kita memahami dulu mau mereka apa, kebiasaan mereka apa, jangan sampai mereka senang dengan papeda terus dikasih hamburger," ujarnya.

Sementara, Perwakilan ECC di GKI TP, Fransina Yoteni mengungkapkan kesedihannya terhadap ancaman lost generation dalam audiensi tersebut. Dia mengatakan perempuan dan anak kerap menjadi korban dalam masalah yang terjadi di Papua.

"Sebagai Mama Papua saya menyampaikan bahwasanya kami merasa sedih sebagai ibu ya, karena masalah-masalah yang terjadi di atas tanah ini yang menjadi korban adalah perempuan dan anak-anak, kami mengangkat contoh para pengungsi yang adalah perempuan dan anak-anak dan kerisauan kami bahwa akan terjadi lost generation karena juga didukung dengan misalnya pendidikan yang sangat tertinggal di tanah Papua, hanya dua kota yang baik yaitu Sorong dan Jayapura, selebihnya Itu sangat tertinggal itu hal pertama," kata Fransina Yoteni.

Dia juga mengatakan filosofi hidup Papua dan alam. Kemudian, dia mengatakan harus ada kesempatan yang sama bagi penguasaha asli Papua.

"Dan yang kedua adalah tentang filosofi hidup orang Papua, dia dan alam itu satu, sehingga dia hidup karena alam dan dialah pemelihara alam itu, sehingga ketika dia terusir dari pada tempat tinggalnya, dia kehilangan, kehilangan diri, kehilangan jati diri, dan ini mengancam hidupnya," ujarnya.

"Hal ketiga yang kami sampaikan juga adalah bahwa harus ada kesempatan yang sama bagi pengusaha asli Papua juga untuk menunjukkan bahwa kira berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah, bahwa ada kepercayaan satu sama lain antara rakyat Papua dan pemerintah," sambungnya.

Dia mengatakan Papua telah berkontribusi sebagai paru-paru dunia dalam krisis iklim. Dia mengatakan Papua harus dilindungi dan dijaga bersama.

"Dan yang terakhir saya katakan bahwa dengan filosofi hidup itu kami telah berkontribusi kepada dunia hari ini dengan perubahan iklim yang luar biasa, krisis iklim, Papua menyumbang sebagai salah satu paru-paru dunia dan oleh karena itu hidup Papua ini harus dilindungi supaya dia tetap dan menjadi berkat dan saya bilang tanah Papua juga terbuka untuk siapa saja, datang ke sini. Jadi kita sama-sama menjaganya supaya kita bisa hidup di atasnya, bersama," ujarnya.

Lebih lanjut, dia mengatakan Wapres Ma'ruf Amin meminta para pegiat kemanusiaan, HAM dan perdamaian mencari akar masalah dari setiap permasalahan yang ada.

"Yang saya rasakan beliau tadi katakan bahwa kami harus mencari akar masalah, sehingga akar masalah ini bisa di dirumuskan dan apabila dalam tadi rancangan induk, rencana induk percepatan pembangunan Papua dirasa ada yang kurang itu bisa ditambahkan, dan tadi yang beliau tegaskan di situ beberapa kali adalah dicarikan akar-akar masalah Papua ini ada di mana begitu," ujarnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads