Hakim Sidang Plate: Pengembalian Duit Usai Kasus Disidik Bukan Itikad Baik

Hakim Sidang Plate: Pengembalian Duit Usai Kasus Disidik Bukan Itikad Baik

Wilda Hayatun Nufus - detikNews
Senin, 09 Okt 2023 14:28 WIB
Sidang BTS 4G dan Bakti Kominfo
Sidang korupsi pengadaan BTS 4G Bakti Kominfo. (Wilda Nufus/ detikcom)
Jakarta -

Hakim ketua Fahzal Hendri menyentil tim pengacara terdakwa Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Yohan Suryanto karena bertanya ke ahli soal pengembalian uang setelah kasus naik penyidikan. Hakim Fahzal menegaskan pengembalian uang setelah kasus naik penyidikan tidak bisa disebut itikad baik.

Jaksa menghadirkan ahli pengadaan barang dan jasa pemerintah dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP), Setya Budi Arijanta, di sidang kasus korupsi proyek BTS 4G Kominfo, Senin (9/10/2023). Duduk sebagai terdakwa mantan Menkominfo Johnny G Plate, Eks Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif dan Yohan Suryanto.

Mulanya, tim pengacara Yohan bertanya ke Setya soal pengembalian honor yang diterima dan kemudian dikembalikan. Setya mengatakan seharusnya honor itu tidak diterima bila sudah tahu akan bermasalah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Apakah pengembalian menurut ahli dalam kajian itu, apakah pengembalian honor untuk yang ahli umpamakan 4 tadi itu dibalikin pada saat proses kajian berjalan, setelah kajian atau pada saat ada masalah atau ada persoalan baru dibalikin?" tanya pengacara.

"Ya tahunya kalau pas sebelum masalah harusnya dibalikin kalau sudah tahu, harusnya balikin, karena itu bukan haknya dia bukan haknya lembaga tadi," kata Setya.

ADVERTISEMENT

Hakim Fahzal lalu mengambil alih persidangan. Hakim menegaskan pengembalian uang saat kasus sudah naik ke proses penyidikan tidak bisa disebut itikad baik. Hal itu pun kemudian diamini Setya.

"Kalau sudah dalam proses penyidikan baru dibalikkan itulah namanya tidak ada iktikad baik," tegas hakim.

"Iya Pak, ha-ha-ha...," sahut Setya.

"Kalau memang iktikad baik dari dululah sebelum," timpal hakim.

Hakim menegaskan dalam tindak pidana korupsi tidak ada penyelesaian kasus dengan restorative justice. Bila hal itu terjadi, kata hakim, tentu tidak ada terdakwa kasus korupsi yang diadili.

"Dikira mungkin begini Pak, tindak pidana korupsi bisa restorative justice, ndak ada tindak pidana korupsi itu restorative justice diselesaikan di luar perkara, kalau gitu semua tidak ada yang masuk ke situ Pak," ujarnya.

Johnny Plate dkk Didakwa Rugikan Rp 8 T

Johnny G Plate didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus ini hingga menyebabkan kerugian negara Rp 8 triliun. Plate diadili bersama Anang Achmad Latif dan Yohan Suryanto.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa dalam sidang perdana Plate di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (27/6), kasus ini disebut berawal pada 2020. Saat itu, Plate bertemu dengan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo Anang Achmad Latif dan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak di salah satu hotel dan lapangan golf untuk membahas proyek BTS 4G.

Simak juga Video 'Jhonny G Plate Mengaku Marah saat Tahu Proyek BTS 4G Molor':

[Gambas:Video 20detik]



Baca halaman selanjutnya.

"Terdakwa Johnny Gerard Plate dalam menyetujui perubahan dari 5.052 site desa untuk program BTS 4G Tahun 2020-2024 menjadi 7.904 site desa untuk Tahun 2021-2022 tanpa melalui studi kelayakan kebutuhan penyediaan infrastruktur BTS 4G dan tanpa ada kajiannya pada dokumen Rencana Bisnis Strategis (RBS) Kemkominfo maupun Bakti serta Rencana Bisnis Anggaran (RBA) yang merupakan bagian dari Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) Kemkominfo," ujar jaksa.

Jaksa mengatakan Plate juga menyetujui penggunaan kontrak payung pada proyek BTS 4G dan Infrastruktur Pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 dengan tujuan menggabungkan pekerjaan pembangunan dan pekerjaan operasional. Jaksa juga menyebut Plate memerintahkan Anang agar memberikan proyek power system meliputi battery dan solar panel dalam penyediaan Infrastruktur BTS 4G dan Infrastruktur Pendukung Paket 1, 2, 3, 4, dan 5 kepada Direktur PT Basis Utama Prima Muhammad Yusrizki Muliawan.

Jaksa mengatakan Plate sebenarnya telah menerima laporan bahwa proyek BTS itu mengalami keterlambatan hingga minus 40 persen dalam sejumlah rapat pada 2021. Proyek itu juga dikategorikan sebagai kontrak kritis.

Namun, menurut jaksa, Plate tetap menyetujui usulan Anang untuk membayarkan pekerjaan 100 persen dengan jaminan bank garansi dan memberikan perpanjangan pekerjaan sampai 31 Maret 2022 tanpa memperhitungkan kemampuan penyelesaian proyek oleh perusahaan.

Pada 18 Maret 2022, Plate kembali mendapat laporan bahwa proyek belum juga selesai. Jaksa mengatakan Plate saat itu meminta Anang selaku kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen untuk tidak memutuskan kontrak.

"Tetapi justru meminta perusahaan konsorsium untuk melanjutkan pekerjaan, padahal waktu pemberian kesempatan berakhir tanggal 31 Maret 2022," ucap jaksa.

"Bahwa perbuatan Terdakwa Johnny Gerard Plate, bersama dengan Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak, Mukti Ali, Windi Purnama dan Muhammad Yusrizki Muliawan telah mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara atau Perekonomian Negara, sebesar Rp 8.032.084.133.795,51 (Rp 8 triliun)," ujar jaksa.

Halaman 2 dari 2
(whn/yld)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads