Menarik sedikit ingatan ke belakang, perkara Lili ini sewaktu dirinya masih aktif sebagai Wakil Ketua KPK. Dia dilaporkan ke Dewas dengan dugaan menerima fasilitas nonton MotoGP Mandalika, Lombok.
Kemudian, Dewas melakukan penyelidikan terkait hal itu dan menetapkan Lili Pintauli disidang etik. Namun, di tengah proses persidangan pelanggaran etik, Lili mundur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Dewas KPK menemukan fakta di kasus itu. Lili ternyata meminta fasilitas tiket MotoGP Mandalika ke Pertamina. Dewas KPK menyatakan Lili melakukan tiga pelanggaran berat.
Dalam wawancara dengan detikX, Ketua Dewas KPK Tumpak H Panggabean mengatakan Lili telah melakukan tiga pelanggaran. Pertama, dengan permintaan fasilitas tersebut, Lili Pintauli telah berhubungan dengan pihak yang sedang beperkara di KPK. Sebab, diketahui, KPK memang sedang mengusut dugaan korupsi pengadaan liquefied natural gas atau LNG di Pertamina.
Kedua, Lili dianggap menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi, yaitu memerintahkan ajudannya yang juga pegawai KPK meminta fasilitas kepada Pertamina. Pelanggaran ketiga, Lili tidak menolak ataupun melaporkan gratifikasi yang ia dapatkan.
"Setidak-tidaknya ada tiga itu. Menurut kami, bukti-buktinya sudah layak dibawa ke persidangan," ucapnya.
![]() |
Terkait pelanggaran ini, Dewas menggugurkan sidang etik lantaran Lili sudah mengundurkan diri dari pimpinan KPK. Lili bukan lagi insan KPK, sehingga Dewas tidak bisa melanjutkan sidang etik.
Menurut Tumpak, meski mengundurkan diri dan belum sempat disidang, Lili tetap mendapatkan sanksi. Dia tidak diperbolehkan mengampu semua jenis jabatan publik selama lima tahun setelah berhenti dari KPK.
Di sisi lain KPK pun tidak meneruskan hal ini ke pidana. Saat itu Jumat, 22 Juli 2022, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkap alasan pimpinan KPK enggan membawa kasus ini ke pidana.
"Bukan inisiatif pimpinanlah (mempidanakan perkara Lili Pintauli Siregar, red)," kata Alex kala itu.
Alex menjelaskan hal itu lantaran pimpinan KPK merupakan pihak yang terafiliasi dengan Lili Pintauli. Karena itu, pimpinan KPK tidak bisa mengambil keputusan menyangkut Lili.
"Kalau sebetulnya, kalau pimpinan itu kan termasuk pihak yang terafiliasi. Kan dengan pimpinan, dengan sesama kolega, kami itu kolektif kolegial," terangnya.
Alasan itu, terang Alex, merupakan bagian dari kode etik yang ada di lembaga anti-rasuah tersebut. Dia mencontohkan dalam pengambilan keputusan penetapan tersangka yang dilakukan KPK.
"Ini di kode etik seperti itu. Kalau saya merasa saya nggak bisa untuk bersikap independen dalam menetapkan tersangka, pada seseorang yang saya anggap terlalu baik, tidak hanya sebatas ada hubungan keluarga, tapi saya punya hubungan sangat baik, itu saya declare," terang Alex.
Dia melanjutkan, seorang pimpinan KPK harus menyatakan kedekatannya dengan seseorang yang memiliki kedekatan dengan pihak yang beperkara. Hal itu guna menegakkan sikap independen.
"Ya, ketentuan di KPK, kalau udah itu, kalau pimpinan itu terafiliasi atau kenal dengan tersangka, dia harus men-declare, karena dianggap, karena mungkin putusannya nggak independen. Kan begitu," imbuh Alex.
Kini persoalan lain perihal peras-memeras muncul lagi. Polda Metro Jaya sedang menyelidiki dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Pimpinan KPK terhadap Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo alias SYL.
Penasaran? Cek halaman berikutnya.