Polisi mulai menyelidiki kasus bocah berinisial A (7) yang meninggal dunia dalam kondisi batang otak mati pasca-operasi amandel. Pihak kepolisian rencananya bakal memeriksa orang tua korban besok.
"Hari Kamis besok, sudah kita agendakan pemeriksaan klarifikasi terhadap pelapor (yang merupakan kuasa hukum keluarga korban) dan 3 saksi lainnya (termasuk orang tua korban)," kata Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Rabu (4/10/2023).
Selain itu, pihak kepolisian mulai berkoordinasi dengan stakeholder terkait. Hal tersebut dilakukan untuk mendalami dugaan malpraktik yang ada dalam perkara yang dilaporkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hari ini tim penyelidik akan melakukan koordinasi awal dengan 2 (dua) lembaga profesi Kedokteran, yaitu Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) maupun IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Selanjutnya juga kita akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Bekasi," ujarnya.
Dokter-Direktur RS Dipolisikan
Orang tua bocah A melaporkan dugaan malpraktik yang dilakukan pihak rumah sakit kepada Polda Metro Jaya. Laporan tersebut sudah teregister dengan nomor LP/B/5814/IX/2023/SPKT POLDA METRO JAYA tertanggal 29 September 2023.
Pihak keluarga melaporkan terkait Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (I) juncto Pasal 8 ayat (1) dan/atau Pasal 360 KUHP dan/atau Pasal 361 KUHP dan/atau Pasal 438 dan/atau Pasal 440 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
"Anak ini ada yang mengalami yang kami duga gagal penindakan yang biasa kita anggap itu malpraktik ataupun kelalaian ataupun kealpaan," kata pengacara keluarga, Cahaya Christmanto Anak Ampun, di Polda Metro Jaya, Senin (2/10).
Christmanto mengatakan total ada 8 orang terlapor dalam kasus ini. Termasuk direktur rumah sakit hingga para dokter yang menjalankan operasi amandel terhadap korban.
"Melaporkan sekitar 8 orang terlapor, itu sudah meliputi dokter yang terkait yang melakukan tindakan mulai dari dokter anestesi, dokter THT spesialis anak, sampai dengan direktur RS tersebut. Karena ada kaitannya dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen," ujarnya.
Christmanto menjelaskan, proses operasi dilakukan pada Selasa (19/9) lalu. Saat itu korban A (7) dan kakaknya, J (10), sama-sama menjalani operasi amandel bersama di rumah sakit tersebut. Korban A menjalani operasi terlebih dahulu sebelum kakaknya.
"Keduanya ini ada penyakit amandel, gangguan pernapasan lah, yang di mana akan dilakukan tindakan untuk operasi. Amandel itu kan masih kategori operasi ringan," ujarnya.
Namun, saat operasi selesai, korban A tak kunjung sadarkan diri. Orang tua korban terus menunggu anaknya pulih.
Namun, 13 hari pasca-operasi, korban masih terkulai lemas. Pihak dokter mendiagnosis korban mengalami kondisi mati batang otak.
"Nah, setelah itu, kami tunggu-tunggu, lalu di hari setelah hari 3 itu, dokter rumah sakit mengatakan bahwa anak ini sudah mengalami mati batang otak," ujarnya.
Christmanto merasa heran karena operasi amandel yang dilakukan berujung diagnosis batang otak mati. Atas hal tersebut, pihak keluarga menduga adanya dugaan malpraktik yang dilakukan pihak rumah sakti dan dokter.
"Kan ini sungguh sekali dari operasi amandel lari ke batang otak dan ini saya bilang ada kelalaian ada kealpaan yang di mana kami duga ada tindak pidana yang dilakukan di sini," pungkasnya.
Simak Video 'Dugaan Malapraktik RS Kartika Husada Jatiasih di Operasi Amandel':
(wnv/mea)