Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menilai pengelola panti asuhan di Medan, Sumatera Utara, yang mengeksploitasi bayi via TikTok telah melakukan kekerasan terhadap anak. KemenPPPA menyebut pelaku bisa dipenjara hingga 10 tahun.
"Anak korban eksploitasi ekonomi adalah bagian dari anak yang memerlukan perlindungan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 Ayat (2) huruf d. Setiap orang yang melakukan eksploitasi ekonomi dan memenuhi unsur Pasal 76I UU 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU 23 Tahun 2002 maka sesuai Pasal 88 terancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200 juta," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, kepada wartawan, Kamis (21/9/2023).
Nahar menyoroti perilaku pengelola panti asuhan yang menyuapi bayi secara terus-menerus saat live TikTok. Menurut Nahar, perbuatan pelaku termasuk dugaan kekerasan terhadap anak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apabila mengeksploitasi anak dilakukan pada kondisi yang tidak tepat, misalnya pada saat anak tertidur, waktunya tengah malam, dan dipaksa makan dan minum dengan cara yang tidak tepat untuk tujuan menebar iba, atau bentuk perlakuan salah lainnya selama anak berada di panti tentu patut diduga telah terjadi kekerasan terhadap anak, sehingga APH juga perlu mendalami unsur pidana kekerasan terhadap anak," tutur dia.
Nahar mengatakan panti asuhan harus memiliki izin operasional dari pemerintah. Dia menyebut lembaga tersebut bisa ditutup jika tidak mengantongi izin.
"Selanjutnya terkait keberadaan anak di sebuah Panti atau Lembaga Asuhan Anak (LAA) dan melaksanakan pengasuhan alternatif perlu memperhatikan berbagai regulasi di bidang pengasuhan anak yang telah dikeluarkan Pemerintah, dalam hal ini dari Kementerian Sosial yang di antaranya perlu mendapatkan izin operasional dari Dinas Sosial. Jika belum berizin, maka otoritas pengawas Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dapat menutup dan mengalihkan anak kembali ke orang tuanya, atau lembaga asuhan anak lain yang ditunjuk," jelasnya.
Nahar menyebut KemenPPPA telah melakukan pemantauan dalam kasus tersebut. Dia menyebut anak-anak di panti asuhan itu telah didampingi oleh pemerintah setempat.
"Berdasarkan hasil pemantauan, kami mengapresiasi upaya kepolisian dan pemerintah kota melalui Dinas Sosial, serta Kementerian Sosial yang telah mengambil langkah penegakan hukum dan memastikan keberlanjutan pengasuhan 26 anak agar dapat kembali kepada orang tuanya masing-masing yang asalnya tersebar dari Nias, Deli Serdang, Medan, Pekabaru, dan Aceh Tenggara," jelasnya.
"Info dari Kepala Dinas PPPAKB Provinsi Sumut, pendampingan hukum juga telah dilakukan oleh Dinas PPPAKB Provinsi Sumatera Utara," imbuhnya.
Selengkapnya pada halaman berikut.
Simak Video 'Modus Pengelola Panti Eksploitasi Anak di TikTok Raup Rp 50 Juta Sebulan':
KemenPPPA akan berkoordinasi dengan polisi dan pemerintah daerah setempat untuk menangani kasus ini. Nahar menyebut anak-anak di panti asuhan ini juga harus mendapatkan pendampingan untuk pemulihan.
"Selanjutnya akan terus berkoordinasi secara intensif dengan Unit PPA Polrestabes Medan dan Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara dalam rangka memastikan upaya perlindungan dan/atau pendampingan hukum, layanan pemulihan psikologis, pemenuhan hak pendidikan, hak kesehatan dan pemenuhan hak lainnya sesuai dengan kebutuhan korban,"ujarnya.
Sebelumnya, polisi menetapkan pengelola Panti Asuhan Yayasan Tunas Kasih Olayama Raya di Medan menjadi tersangka. Pengelola panti bernama Zamanueli Zebua (ZZ) itu diduga mengeksploitasi anak panti untuk kepentingan pribadi melalui media sosial TikTok.
Dilansir detikSumut, Kamis (21/9), aksi Zamanueli awalnya terungkap saat satu video bernarasi seorang pengasuh panti asuhan menyuapkan bubur ke bayi berumur dua bulan viral di media sosial. Dari video itu, terlihat seorang pria yang sedang memberikan bubur kepada seorang bayi secara terus-menerus.
Setelah video itu membuat heboh, polisi pun turun mengecek hal tersebut. Hasilnya, polisi menangkap Zamanueli, yang mengelola panti asuhan bersama istrinya, yang kemudian dijadikan tersangka setelah diperiksa.
Total, ada 26 orang anak yang berada di panti tersebut. Dari hasil interogasi, ZZ mengaku baru 4 bulan terakhir gencar melakukan eksploitasi melalui media sosial TikTok guna menggugah hati netizen.
"Itu satu bulan bisa Rp 20 juta-50 juta yang didapatnya. Jadi anak-anak ini pada momen tertentu, disyuting agar bisa menggugah hati netizen untuk memberikan donasi," kata Kapolrestabes Medan Kombes Valentino Alfa Tatareda, Rabu (20/9).
"Dari itu, dia meminta semacam donasi dan itu berdatangan. Bahkan tidak hanya dari Indonesia, tapi juga dari luar negeri,"sambungnya.