Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Isnawa Adji mengatakan, dalam sehari, frekuensi kebakaran bisa terjadi 1-4 kali, mulai skala kecil hingga skala besar. BPBD juga menyebut kipas angin yang menyala selama 30 jam bisa memicu korsleting listrik.
Hal tersebut disampaikan Isnawa saat mengisi talk show kebencanaan bertajuk 'Kebakaran di Lingkungan Perkotaan: Tantangan dan Solusi' yang disiarkan melalui YouTube BPBD DKI Jakarta, Rabu (20/9/2023). Iswana awalnya menceritakan pengalamannya sebagai camat. Dalam setahun, terjadi 43 kejadian kebakaran hanya di wilayahnya.
"Saya menghitung jumlah kebakaran di wilayah saya, jumlahnya 43 kali. Jadi hampir tiap minggu ada 1 kebakaran. Sekarang di BPBD DKI, tentunya dengan kolaborasi bersama Dinas Gulkarmat, Satpol PP, satu hari frekuensi kebakaran itu 2-4 dengan skala sekelas bengkel sampai kebakaran pabrik," kata Isnawa Adji.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kejadian Jaya 65 nih, kami meninjau lokasi bekas kebakaran tersebut dan kita menemukan kabel-kabel serabut, ini bayangannya kabel tahun 1980-an yang tidak diganti," sambung dia.
Isnawa kemudian membandingkan kondisi permukiman Kota Jakarta saat ini dengan masa lampau. Semasa kecil, kata Isnawa, jumlah peralatan elektronik dalam satu rumah masih seadanya.
"Kalau boleh meng-compare waktu kita kecil rumah kita peralatan elektroniknya masih sangat terbatas. Mungkin hanya ada TV, radio, atau setrikaan, lampu pasti ada," terangnya.
Kondisi tersebut, kata dia, 180 derajat berbeda dengan masa kini. Saat ini setiap rumah dilengkapi dengan peralatan elektronik yang beragam tapi kabel belum tentu sesuai SNI sehingga dapat memicu korsleting.
Dia menyebut kipas angin yang menyala selama 30 jam bisa memicu korsleting listrik.
"Berbeda dengan sekarang, kontrakan di Jakarta Utara atau Jakbar, kontrakan ukuran kecil tapi peralatannya lengkap, ada laptop, HP 3, kipas angin 24 jam nyala, mungkin 30 jam nggak berhenti-henti. Mungkin colokannya nggak SNI, sehingga saat semua dicolok beban listrik nggak kuat, jadi korsleting," jelasnya.
Lebih lanjut Isnawa menerangkan suatu area dikatakan permukiman padat penduduk jika jumlah bangunan rumah melebihi lahan yang tersedia, misalnya di kawasan Kapuk Muara, Jakarta Utara.
"Hukumnya kalau kebakaran di padat hunian itu nggak seimbang dengan jumlah pintu karena tiba-tiba bisa sangat banyak, contoh di Kapuk Muara ada 1.000-an jiwa yang harus ditangani," ucapnya.
Lihat juga Video 'Gudang Mal Ekalokasari Bogor Terbakar, Diduga Korsleting Listrik':