Perwakilan ormas Islam, seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Hidayatullah, ICMI, serta dari berbagai pondok pesantren menghadiri 'Muzakarah Hukum Nasional dan Hukum Islam' yang bertema 'Pernikahan Beda Agama dan Implikasinya Pasca Surat Edaran (SEMA) No.2 Tahun 2023' di Aula Buya Hamka, Jakarta.
Menurut Wakil Ketua MPR Yandri Susanto, pertemuan ini sangat strategis dan harus dilakukan setiap ada peristiwa-peristiwa yang perlu direspons secara akurat dan masif. Pasalnya, isu nikah beda agama tidak efektif jika hanya dibahas masing-masing ormas.
"Isu nikah beda agama itu penting, tidak efektif jika dibahas masing-masing-masing ormas. Perlu MUI yang memayungi," ujar Yandri dalam keterangannya, Rabu (13/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yandri mengatakan persoalan nikah beda agama adalah persoalan serius. Hal ini karena arus globalisasi dan media sosial yang deras membuat seolah-olah yang benar menjadi salah dan sebaliknya. Menghadapi hal seperti ini, terkadang umat Islam tidak mempunyai nafas untuk melawan itu semua.
"Malah kadang-kadang kita terkagum-kagum dengan ketidakbenaran itu," ungkapnya.
Ia juga menegaskan umat Islam harus hati-hati karena poros antikebenaran akan ada hingga sampai kiamat nanti. Umat Islam tidak boleh lemah, loyo, dan mudah dipecah belah.
Lebih lanjut, Yandri mengatakan pernikahan beda agama itu bukan pernikahan. Ia mempertanyakan prosesi pernikahan orang Islam dan nonislam mengenai ijab qabul, mahar, dan agama apa yang mau dijadikan proses pernikahannya.
"Maka jelas menurut saya bahwa nikah beda agama itu bukan pernikahan," tegasnya.
Anggota DPR dari Dapil II Banten itu lebih lanjut menyampaikan pernikahan beda agama merupakan perzinahan sepanjang masa.
"Disebut memang ada yang perbedaan pandangan dalam soal nikah beda agama. Namun, bila tidak punya literasi yang kuat pasti akan ikut arus," ujarnya.
Ketika ada Pengadilan Negeri di Jakarta mengesahkan nikah beda agama, Yandri Susanto mengatakan apa yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri itu suatu ketidakbenaran.
"Hal demikian tidak boleh didiamkan, harus di-stop," ujarnya.
Ia kemudian menceritakan mengenai kunjungannya ke MA pada juli lalu. Ia berdiskusi dan mendapat informasi MUI dan ormas Islam sudah mendatangi MA.
"Saya senang hal demikian sudah direspon oleh MUI dan ormas Islam," paparnya.
Yandri pun berharap agar MA segera bersikap terhadap masalah nikah beda agama. Ia ingin aspirasi MUI dan ormas Islam segera diputuskan.
"Akhirnya tanggal 17 juli 2023 keluar SEMA No.2 Tahun 2023. SEMA itu senafas dengan MUI dan ormas Islam," ujarnya.
Dalam SEMA Nomor 2 Tahun 2023 dijelaskan untuk memberikan kepastian dan kesatuan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan, para hakim harus berpedoman pada ketentuan sebagai berikut: (1) Perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu, sesuai Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 8 huruf f UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, (2) Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar umat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan.
Terakhir, Yandri Susanto berharap dalam mudzakarah ada langkah taktis dan strategis mengenai apa yang harus dilakukan sebab ada pihak-pihak yang ingin mencabut SEMA. Ia mengingatkan agar langkah yang diambil oleh MUI dan ormas Islam tetap secara prosedural.
"Saya berharap MUI dan ormas Islam terdepan untuk melakukan sosialisasi SEMA," tegasnya.
Ia menambahkan MUI perlu mengeluarkan surat edaran agar materi yang ada di SEMA dijadikan materi bagi juru dakwah, dai, ustad, dan ustadzah ketika berkhotbah. Dengan demikian, isi dari SEMA pun sampai ke pelosok-pelosok masyarakat.
Ia pun mengakui adanya kontradiktif hukum positif di Indonesia. Dalam UU No.1 Tahun 1974 sudah jelas mengatakan pernikahan yang sah adalah pernikahan menurut agama masing-masing. Namun, di UU No. 23 Tahun 2006 ada celah bahwa boleh orang mengajukan untuk dicatat bahwa mereka telah menikah. Menurutnya, mencatat sama halnya dengan mengesahkan.
Yandri mendorong agar UU. No 23 Tahun 2006 perlu di-judicial review di MK.
"Bila terkabul maka SEMA akan semakin kuat," pungkasnya.
Turut hadir dalam musyawarah ini Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Daisuki, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh, Pakar Hukum Keluarga UI Neng Jubaedah, dan Wasekjen Hukum dan HAM Ikhsan Abdullah.