Puan Soroti Kawin Tangkap di NTT, Dukung Aparat Usut Tuntas

Puan Soroti Kawin Tangkap di NTT, Dukung Aparat Usut Tuntas

Eva Safitri - detikNews
Selasa, 12 Sep 2023 01:24 WIB
Ketua DPR RI Puan Maharani
Puan Maharani (Foto: dok. DPR RI)
Jakarta -

Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti peristiwa kawin tangkap yang terjadi di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT). Puan menekankan bahwa perempuan berhak menentukan pilihannya, karena hal tersebut merupakan Hak Asasi Manusia (HAM).

"Dalam menentukan pasangan hidup, kaum perempuan memiliki hak untuk menentukan pilihannya sendiri. Sehingga tidak boleh ada paksakan dari pihak manapun," kata Puan, Senin (11/9/2023).

Puan memahami pentingnya menghargai keanekaragaman budaya di Indonesia, namun ia mengingatkan jangan sampai budaya mencederai hak-hak perempuan. Dia mengatakan harus ada solusi untuk tetap melestarikan budaya namun tidak juga melanggar hak asasi manusia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Harus ada solusi yang memadukan dua hal ini. Salah satu pendekatan yang dapat diambil adalah berdialog dengan pemangku adat setempat dan masyarakat untuk mencari alternatif yang tidak melanggar hak asasi manusia," tuturnya.

Puan mengingatkan, tradisi kawin tangkap pada praktiknya berpotensi melanggar hak perempuan. Selain itu juga menimbulkan kekerasan yang berlapis pada korban, hingga memicu dampak traumatis.

ADVERTISEMENT

"Segala bentuk tindakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan pada perempuan yang mengatasnamakan budaya harus disikapi dengan bijak, untuk itu perlunya Pemerintah turun tangan memfasilitasi lewat pendekatan yang humanis," sebut Puan.

Puan lalu menyinggung larangan perkawinan paksa yang telah diatur di UU TPKS. Dia menyebut pelaku yang terlibat dalam kawin tangkap dapat dipidana.

"Sekarang kita sudah memiliki UU TPKS yang mengatur adanya larangan perkawinan paksa. Aturan ini harus ditegakkan dan disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat, terutama tokoh agama dan tokoh adat di daerah-daerah," ujar mantan Menko PMK itu.

"Sehingga setiap pelaku yang terlibat pada kawin tangkap akan berurusan dengan hukum, karena melakukan pemaksaan perkawinan," lanjut Puan.

Adapun larangan pemaksaan perkawinan tertuang dalam Pasal 10 UU TPKS dengan ancaman bagi pelaku penjara paling lama sembilan tahun , dan denda Rp 200 juta. Pasal tersebut berbunyi: (l) Setiap Orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pada pasal itu turut diatur pemaksaan perkawinan termasuk dengan pemaksaan perkawinan anak, pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya, atau pemaksaan perkawinan korban dengan pelaku perkosaan.

"Jadi budaya kawin paksa ini merupakan hal yang melanggar undang-undang dan bisa dipidana," ungkap Puan.

Puan mengatakan perlunya sosialisasi masif dari Pemerintah mengenai UU TPKS, khususnya Pemerintah Daerah (Pemda) yang wilayahnya memiliki budaya kawin paksa. Apalagi, kata Puan, mengingat budaya tersebut telah berlangsung lama.

"Saya juga mendukung langkah aparat penegak hukum yang cepat tanggap dengan mengusut kasus kawin tangkap di Sumba Barat Daya," ujarnya.

Simak selengkapnya di halaman berikut

Puan pun menekankan, pernikahan harus menjadi keputusan yang diambil secara bebas oleh individu tanpa adanya tekanan atau paksaan. Ia juga meminta seluruh pihak menjunjung tinggi hak-hak perempuan.

"Dengan kerja sama yang baik antara pemerintah, pemangku adat, dan masyarakat lokal, kita dapat mencapai tujuan bersama dalam melindungi hak-hak perempuan dan menghormati budaya yang unik di Indonesia," sebut Puan.

Melindungi hak perempuan disebut merupakan prioritas utama dalam UU TPKS. Puan mengatakan, instrumen hukum ini menjadi yang terpenting dalam melindungi perempuan dari tindakan kekerasan seksual, termasuk pernikahan paksa.

"DPR akan memastikan bahwa undang-undang ini dijalankan secara efektif dan semua pelanggaran terhadap hak-hak perempuan dihentikan. Namun tetap menghargai keanekaragaman budaya di Indonesia dengan sosialisasi yang tepat dan masif," terangnya.

Lebih lanjut, Puan memaparkan diperlukannya sinergitas antar-stakeholder untuk mencegah terjadinya kawin tangkap. Ia juga meminta perempuan korban kawin tangkap untuk diberikan layanan kesehatan, konseling, hingga pendampingan hukum dalam menghadapi kasus tersebut.

"Segala sesuatu yang bersifat pemaksaan hingga adanya kekerasan terhadap perempuan, pasti akan berdampak pada korban. Kita harus bergotong royong agar tidak ada lagi peristiwa yang mencoreng harkat dan martabat perempuan," tutup Puan.

Seperti diketahui, peristiwa kawin tangkap kembali terjadi dengan korban perempuan berinisial DM (20). Aksi sekelompok pria menculik DM yang dinarasikan sebagai tradisi kawin tangkap atau kawin paksa di Sumba Barat Daya itu sempat viral di media sosial (medsos) sejak pekan lalu.

Menurut polisi, peristiwa kawin tangkap tersebut dilakukan oleh puluhan pemuda dengan cara menculik DM yang saat itu sedang berada di keramaian dan membawanya kabur menggunakan mobil pikap. Sekelompok pemuda yang melakukan penculikan tampak menggunakan pakaian adat.

Tradisi kawin tangkap biasanya dilakukan olah masyarakat pedalaman Sumba, yaitu di Kodi dan Wawewa. Dalam tradisi lama masyarakat Sumba, kawin tangkap biasanya dilakukan oleh keluarga mempelai pria yang terhalang belis atau mahar tinggi dari pihak perempuan.

Diketahui, polisi telah menetapkan 4 orang sebagai tersangka dan dianggap telah melakukan penculikan. Para pelaku sudah diamankan di Polres Sumba Barat Daya serta dijerat dengan Pasal 328 KUHP sub Pasal 333 KUHP Junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 10 UU TPKS.

Halaman 2 dari 2
(eva/aik)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads