Atas berbagai pertimbangan, kadang kala antar keluarga membagi tanah tanpa menggunakan bukti di atas kertas. Belakangan membuat sengketa yang berkepanjangan. Bagaimana solusinya?
Berikut pertanyaan lengkap pembaca yang diterima detik's Advocate. Pembaca detikcom juga bisa mengajukan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com.
Selamat pagi
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perkenalkan nama saya IT (inisial), saat ini nenek saya ada gugatan terkait dengan hibah dari saudara kandungnya, kronologis :
1. Pada tahun 1970-an, nenek saya menerima hibah awalnya secara lisan dari ayahnya objek tanah A dengan luas 324 meter persegi. Pada 1986 ada pernyataan hibah dari ayahnya (uyut) bahwa dia telah mengikrarkan 2 bidang tanah A (324 m) dan B (300 m) kepada 3 orang anak termasuk nenek saya. Pada surat pernyataan hibah tersebut, tidak dijelaskan objek A untuk siapa dan objek B untuk siapa. Namun berdasarkan pengakuan neneknya saya objek A dihibahkan sebelum ada surat pernyataan tahun 1986.
2. Faktanya di lapangan objek A dikuasai oleh nenek saya, dan pada letter C pun sudah atas nama nenek saya, sedangkan objek B pun saya sudah terbagi 2 atas nama adik-adik nenek saya. Pada objek A sudah dibangun oleh nenek saya, sedangkan objek B pun masing masing sudah dibangun.
3. Namun belakangan, salah satu keluarga adik nenek saya itu menggugat dan mempermasalahkan objek A , dengan dalih pembagian tidak adil dan itu objek waris , karena objek A adalah tanah yang dibeli dari menjual tanah bawaan dari almarhum ibu nenek saya saat masih hidup. Sehingga ayah nenek saya tidak berhak untuk menghibahkan, karena memang luas tanah objek A lebih luas 324 meter, sedangkan objek B 300 meter atas nama 2 adik nenek saya. Dan pada objek B, tanahnya salah satu adik nenek saya sudah lama dijual oleh dia.
4. Apakah secara hukum nenek saya kuat untuk mempertahankan tanah A ?
5. Apakah di pengadilan perdata agama, tergugat wajib pakai pengacara ? Atau bisa dihadiri oleh keluarga tergugat saja (anak, cucu/cucu menantu )
Terima kasih
Untuk menjawab pertanyaan pembaca detik's Advocate di atas, kami meminta pendapat advokat Handika Febrian, S.H. Simak penjelasan lengkap Handika di halaman selanjutnya:
Salam sejahtera bapak I.T semoga tetap dalam kondisi baik dan sehat selalu,
Sebelumnya kami turut bersimpati terhadap permasalahan yang sedang dihadapi saat ini. Kami tidak mendapatkan informasi yang cukup apakah mekanisme ini diselesaikan dengan hukum perdata atau hukum islam, tetapi kami berasumsi sengketa ini diajukan ke Pengadilan Agama. Oleh karenanya kami akan memberikan konsultasi berdasarkan hukum islam.
Sebelum masuk kepada persoalan kami akan sampaikan terlebih dahulu terkait pengertian hibah dimana berdasarkan Pasal 171 huruf g Kompilasi Hukum Islam:
"Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimilikinya."
Bahwa apabila pemberian tanah seluas 324 meter kepada nenek anda dilakukan oleh ayahnya sewaktu masih hidup adalah benar hal tersebut adalah hibah, selanjutnya penghibahan tersebut ada beberapa syarat yang harus dipenuhi menurut Pasal 210 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Islam yaitu:
1. orang yang menghibahkan yaitu orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun berakal sehat tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya β
harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki.
2. bahwa syarat harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah.
Menurut ketentuan peraturan tersebut diatas anda perlu mengecek historis saat dilakukan penghibahan yaitu harta yang dihibahkan maksimal 1/3 dari total harta ayahnya kemudian ada 2 orang saksi untuk dijadikan penguat dan diambil keterangannya bahwa memang ada dilakukan perbuatan hukum hibah pada saat itu. Selain itu biasanya di surat hibah dituliskan hak perolehan sebelumnya dari pemberi hibah.
Terkait dengan adanya letter C atau girik atas nama nenek saudara atas tanah bidang A seluas 324m2, hal tersebut hanya membuktikan pembayaran pajak sejak diterbitkannya surat girik tersebut sejak Oktober 1987 dan batas waktunya sudah lewat dari 35 tahun.Surat tersebut menjadi petunjuk bahwa tanah tersebut telah ditinggali secara terus menerus oleh nenek anda sampai dengan saat ini.
Untuk mempertahankan kepentingan anda terkait harta hibah yang telah dilakukan oleh ayahnya kepada nenek anda, perlu dibuktikan berdasarkan ketentuan pasal 210 KHI di atas dengan alat bukti surat-surat, saksi serta petunjuk lainnya, jika tidak hal tersebut dapat berpotensi hakim memutus bahwa hibah tersebut tidak sah dan tanah seluas 324 meter menjadi harta waris yang harus dibagikan kepada seluruh ahli waris berdasarkan ketentuan hukum islam.
Yang perlu dipersiapkan Hibah tersebut setidaknya memerlukan bukti otentik berupa akta yang memperkuat bahwasanya itu adalah hibah yang telah menjadi hak milik, tetapi jika tidak ada pembuktian yang diutamakan adalah pengakuan dari yang menerima hibah dan bukti bukti lainnya, seperti surat, catatan, bukti awal dan kesaksian dua orang saksi, kemudian adalah tugas pengadilan untuk membuktikan apakah hibah itu sah atau tidak.
Anda juga dapat mengajukan gugatan rekonvensi dalam proses gugatan harta waris tersebut yang mendalilkan nenek anda juga mempunyai hak atas penjualan tanah sebelumnya dan meminta bagian atas hak tersebut.
Selanjutnya terkait dibutuhkan apakah tidak pengacara menurut kami kasus ini lumayan rumit penelusuran hukumnya jadi sebaiknya anda memakai pengacara sehingga dapat tersistematisasi dan maksimal pembelaannya di pengadilan mulai dari melakukan jawaban atas gugatan, gugatan rekonvensi jika dibutuhkan, pembuktian, pemeriksaan saksi sampai dengan mendorong adanya mediasi atau kesepakatan diantara para pihak.
Demikian pendapat yang dapat kami sampaikan, semoga ada jalan terbaik atas permasalahannya. Terima kasih.
Handika Febrian, S.H.
Partner
Febrian Siahaan Law Office
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
![]() |
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.