Pernyataan itu ia sampaikan ketika dirinya bersama dengan pegiat sejarah dan budaya dari komunitas Begandring Nanang Purwono, Konsulat Jepang Ishii Yutaka, serta perwakilan dari Balai Bahasa Jawa Timur, dan Jerman berdiskusi membahas strategi aksara Jawa, di Historica, Surabaya, Rabu (6/9) lalu.
"Jadi kami lakukan diskusi dan sekaligus studi komparasi mengapa aksara kanji, hiragana serta katakana bisa lestari sampai saat ini di Jepang? Sehingga kami mencoba ingin mengadopsi kemajuan kebudayaan aksara di sana (Jepang) melalui proses edukasi ke masyarakat," kata Thony, dalam keterangan tertulis, Jumat (8/9/2023).
Dirinya merujuk ke Negeri Sakura tersebut yang secara turun menurun sampai era modern bisa melestarikan bahasa dan aksaranya seperti kanji, hiragana dan katakana.
Dari diskusi tersebut, politisi dari Partai Gerindra itu, mengaku ada strategi yang paling efektif untuk memulai membangkitkan aksara Jawa di Jawa Timur, yakni dengan metode enskripsi. Menurutnya istilah dan kalimat yang sering digunakan secara umum, tidak mesti hanya ditulis dengan huruf latin atau huruf kapital saja, namun juga disandingkan aksara Jawa.
"Dari Balai Bahasa Jawa Timur merespons bagus, bahkan ada keinginan memfasilitasi tentang strategi kemajuan kebudayaan dengan pengenalan aksara kepada masyarakat dan pendekatan yang pas, saya rasa akan lebih baik," ungkapnya
Dia berharap bisa menyandingkan aksara daerah Jawa dengan aksara internasional. Dengan begitu Hanacaraka lebih naik kelas dan tidak lagi dikenal di lingkungan tapi di mata dunia.
Thony juga mengusulkan pengenalan aksara jawa pertama kali dilakukan di lingkungan Gubernur dan Gedung Istana Grahadi supaya dapat menjadi contoh bagi daerah lain sampai tingkat desa.
Menurutnya menjadi startegi untuk memajukan aksara Jawa dan lebih dikenal di masyarakat. Ia juga mendorong keluarnya SK Gubernur agar kepala daerah dan seluruh jajaran dibawah untuk melakukan hal serupa.
"Kalau berkenan ibu Gubernur berkenan menerima gagasan kami kerjasama dengan Balai Bahasa nanti bisa dilakukan tulisan atau huruf Jawa di kantor Gubernur agar menjadi patron bagi daerah di Jawa Timur sampai tingkat desa," jelas Thony.
Pada kesempatan yang sama, Konsulat Jepang Ishii Yutaka yang hadir dalam diskusi tersebut terlihat mengenakan blangkon yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik merasa senang dan nyaman menggunakan blangkon.
Tak hanya itu, Ishii sempat berbicara menggunakan bahasa Jawa. "Ora iso bohoso jowo (gak bisa bahasa Jawa), "ujarnya sembari tersenyum. Ia mengaku banyak belajar banyak tentang Surabaya dan Jawa. Ishii sangat mendukung pelestarian aksara Jawa.
Menurutnya di Jepang sejak anak-anak wajib belajar tiga aksara Kanji, hiragana serta katakana. Bahkan aksara di koran, televisi maupun buku di sana menggunakan bahasa Jepang. Dengan begitu budaya maupun aksara Jepang sangat kuat.
"Di Jepang, sejak anak-anak harus belajar semuanya. Baik TK SD harus setiap hari nulis belajar dan belajar. Sehingga sudah tersistem kuat. Bahkan setiap aksara mempunyai arti," pungkasnya. (akn/ega)