Terkait peradilan koneksitas, mekanismenya diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terutama Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91, dan Pasal 92.
Peradilan koneksitas itu dapat diterapkan ketika ada warga sipil yang bersama-sama anggota TNI melakukan tindak pidana umum, seperti penculikan, pemerasan, penganiayaan, atau pembunuhan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasal 89 KUHAP menegaskan jika tindak pidana umum itu dilakukan oleh warga sipil dan anggota TNI, maka pemeriksaan perkara menjadi kewenangan peradilan umum; kecuali ada keputusan menteri pertahanan (menhan) dan menteri kehakiman/menteri hukum dan HAM (menkumham) yang menetapkan perkara tersebut diperiksa oleh peradilan militer.
Kemudian, Pasal 90 KUHAP mengatur jika ada perdebatan mengenai yurisdiksi, maka perlu ada penelitian bersama yang dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani oleh para pihak terkait.
Terakhir, Pasal 91 KUHAP, yang juga mengatur soal yurisdiksi, mengatur ketika ada perdebatan otoritas peradilan militer dan umum, maka dilihat dari titik berat kerugiannya.
Jika kerugiannya lebih berat ke kepentingan umum, maka perkara itu di periksa oleh peradilan umum. Sebaliknya, jika kerugian dari suatu perkara lebih merugikan kepentingan militer, maka kasus itu dibawa ke peradilan militer.
(jbr/jbr)