KPK menyayangkan aksi Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe yang mengamuk, melempar mikrofon, hingga melontarkan umpatan saat dicecar jaksa dalam ruang sidang pengadilan. KPK menegaskan ada etika yang harus dipatuhi di dalam ruang sidang.
"Tentu kami sangat menyayangkan. Kalau secara hukum, terdakwa itu kan punya hak untuk tidak menjawab di depan hakim, tetapi semestinya kalaupun mau menjawab, ada etika di dalam proses persidangan. Bukan dengan kalimat-kalimat yang sangat tidak etis dilontarkan dalam proses persidangan," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (4/9/2023).
Ali menyampaikan, dalam situasi tersebut, semestinya kuasa hukum dapat memberikan arah terhadap kliennya. Selain itu, kata dia, terdakwa memiliki hak untuk diam jika enggan merespons cecaran jaksa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di sinilah peran dari penasehat hukum untuk memberikan arah, untuk memberikan masukan-masukan nasehat hukumnya kepada seorang terdakwa ketika harus menjawab di depan majelis hakim sekalipun ada hak untuk juga dia diam tidak menjawab," jelasnya.
Ali menilai persidangan merupakan forum yang mulai, di mana jaksa bisa mencecar terdakwa, begitu pula dengan kuasa hukum maupun terdakwa yang bisa memberikan pembelaan. Karena itu, kalimat-kalimat yang dilontarkan di dalam persidangan pun harus menjaga etika dan kepatutan.
"Tentu harus disampaikan dengan kalimat-kalimat yang etis, tetapi kemudian ditanya keluar dari konteks apa yang ditanya dalam rangka menggali kebenaran. Jadi apa yang ditanyakan oleh jaksa tentu menggali kebenaran yang pada prinsipnya nanti akan dinilai boleh hakim," tegasnya.
"Sekali lagi kami sayangkan kejadian tersebut. Kami berharap ke depan karena sidangnya ditunda terdakwa bisa memahami bawah proses persidangan adalah tempat yang mulia dihormati tersangka," sambungnya.
Lukas Enembe sebelumnya mengamuk saat dicecar oleh jaksa KPK. Lukas Enembe bahkan melempar mikrofon atau mik di dalam ruang sidang.
Hal itu terjadi dalam sidang kasus suap dan gratifikasi yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (4/9). Lukas diperiksa sebagai terdakwa.
Jaksa awalnya bertanya soal kegiatan penukaran uang yang melibatkan Lukas dengan saksi bernama Dommy Yamamoto. Penukaran uang itu juga kerap dilakukan Lukas melalui ajudannya.
"Apa saksi memerintahkan ajudan untuk bertemu kepada Dommy. Ini duit cash-nya kasihkan ke Dommy untuk ditukar atau gimana? Begitu berarti diperintah ketemu dikasih duit, duitnya diserahkan? Iya, Pak Lukas?" tanya jaksa.
"Begitu yang terjadi," jawab Lukas.
"Ini kan dengan ajudan, kalau yang Pak Lukas lakukan sendiri penukarannya gimana? Jadi semua lewat ajudan tidak ada lewat Pak Lukas?" tanya hakim.
"Pokoknya itu yang terjadi," ujar Lukas.
Jaksa terus mencecar Lukas Enembe soal penukaran rupiah ke dolar Singapura. Saat dicecar pertanyaan, Lukas mendadak ngamuk dan melempar mik di dalam ruang sidang.
Hakim ketua Rianto Adam Pontoh lalu mencoba mendinginkan suasana. Hakim mengingatkan soal hak ingkar yang dimiliki Lukas sebagai terdakwa.
"Saya ingatkan lagi karena dia punya hak ingkar. Diskors sebentar ya. Tenangkan dulu. Pak Jaksa terdakwa punya hak ingkar nanti akan dibuktikan dengan penasihat hukum. Nanti hak ingkar itu dibuktikan oleh mereka. Ndak perlu dikejar sampai ini ya. Ndak perlu ada pengakuan dari beliau," kata hakim.
Sejumlah pengacara Lukas Enembe lalu mendekati untuk menenangkan Lukas. OC Kaligis, salah satu tim kuasa hukum Lukas, meminta agar tensi Lukas dicek.
"Kalau bisa diperiksa tensinya sekarang karena kami selalu kunjungi 220 itu. Kalau dia serangan jantung kan bukan salah kami, Yang Mulia. Kami cuma mohon dengan sangat tolong diperiksa dulu tensinya," ujar OC.