Hujan buatan merupakan salah satu bentuk Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Hal ini dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Hujan buatan dilakukan lembaga pemerintahan terkait sebagai salah satu bentuk upaya menangani beberapa masalah lingkungan, seperti kekeringan, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hingga pencemaran atau polusi udara. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang hujan buatan, simak informasi berikut:
Apa Itu Hujan Buatan?
Hujan buatan merupakan istilah yang dikenal untuk upaya penyemaian awan. Merujuk pengertian hujan buatan menurut BPPT, hujan buatan adalah suatu bentuk upaya manusia untuk memodifikasi kondisi cuaca dengan tujuan tertentu agar mendapatkan kondisi cuaca seperti yang diinginkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perlu dipahami bahwa hujan buatan tidak dapat diartikan secara harfiah sebagai pekerjaan membuat hujan. Karena teknologi ini merupakan upaya untuk meningkatkan dan mempercepat terjadinya hujan. Sehingga, hujan buatan merupakan teknologi modifikasi cuaca (TMC).
Proses Hujan Buatan
Mengutip dari BPPT, proses teknologi modifikasi cuaca atau hujan buatan adalah dengan cara melakukan penyemaian awan (cloud seeding) menggunakan bahan-bahan yang bersifat higroskopik (menyerap air). Sehingga proses pertumbuhan butir-butir hujan dalam awan akan meningkat dan selanjutnya akan mempercepat terjadinya hujan.
Selain itu operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) ini tentunya juga tidak lepas dari ketersediaan yang diberikan oleh alam. Artinya jika awannya banyak, maka akan dapat menginkubasi lebih banyak dan otomatis akan menghasilkan hujan yang lebih banyak juga, begitu pun sebaliknya.
Tak hanya itu, untuk melakukan operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) pun butuh pesawat yang biasanya dimodifikasi khusus untuk operasi TMC. Hal ini guna mengangkut kru serta bahan semai, berupa garam halus yang nantinya akan disemai di dalam awan.
![]() |
Tentang Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC)
Teknologi Modifikasi Cuaca atau TMC adalah teknologi yang dapat mencegah hujan atau untuk membuat hujan buatan. TMC terbukti efektif dapat mengendalikan bencana sejak dulu, mulai dari mengatasi kekeringan, mengisi waduk hingga mencegah banjir.
TMC dapat dilakukan jika sudah ada penetapan status siaga darurat oleh lembaga atau pemerintah yang berwenang, seperti BNPB atau Kepala Daerah. Penerapan TMC didasarkan pada data musim hujan dan kemarau, analisis data curah hujan, serta pertimbangan antisipatif untuk pengendalian karhutla.
Dalam hal ini, Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) di bawah BRIN adalah pihak yang berwenang untuk melakukan modifikasi cuaca, terutama untuk kepentingan darurat penanggulangan bencana. Hal itu sesuai dengan Inpres No.3/2020. (Poin Inpres/Nomor 23).
Sementara itu, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) memberikan dukungan berupa info cuaca ketika operasi modifikasi cuaca berlangsung.
Manfaat Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC)
Upaya memodifikasi cuaca adalah untuk meningkatkan intensitas curah hujan di suatu tempat (rain enhancement), atau untuk kondisi sebaliknya, yaitu untuk menurunkan intensitas curah hujan di suatu lokasi tertentu (rain reduction).
Sejarah Teknologi Modifikasi Cuaca di Indonesia
Mengutip dari Portal Informasi Indonesia, TMC bukan barang baru bagi Indonesia. Ide modifikasi cuaca atau dikenal hujan buatan muncul saat Presiden Soeharto melihat pertanian di Thailand yang cukup maju yang disebabkan karena suplai kebutuhan air pertanian dibantu oleh modifikasi cuaca.
Kemudian, Presiden Soeharto mengutus Menristek B.J. Habibie untuk mempelajari teknologi modifikasi cuaca (TMC) di Thailand. Pada tahun 1977, proyek percobaan hujan buatan pertama kali di Indonesia dimulai. Saat itu pelaksanaannya masih didampingi asistensi dari Thailand.
Jadi memang awalnya TMC ini dipelajari di Thailand, lantas diaplikasikan di Indonesia. Fokusnya untuk mendukung sektor pertanian dengan cara mengisi waduk-waduk strategis baik untuk kebutuhan PLTA atau irigasi.
Setelah melakukan percobaan hujan buatan pertama, pada tahun 1978, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) berdiri. Kala itu, proyek hujan buatan saat itu berada pada Direktorat Pengembangan Kekayaan Alam (PKA).
Tahun 1985, berdiri UPT Hujan Buatan berdasarkan SK Menristek/Ka BPPT nomor 342/KA/BPPT/XII/1985. Lalu pada 2015, mulai dikenal istilah teknologi modifikasi cuaca sesuai dengan Peraturan Kepala BPPT 10/2015 yang mengubah nomenklatur UPT Hujan Buatan menjadi Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca.
Selanjutnya pada tahun 2021, setelah terintegrasi ke BRIN, kini pelayanan TMC berada di Laboratorium Pengelolaan TMC di bawah Direktorat Pengelolaan Laboratorium, Fasilitas Riset dan Kawasan Sains dan Teknologi.
(wia/imk)