Bareskrim Polri bakal menyita sejumlah rekening milik Panji Gumilang terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Ponpes Al-Zaytun. Penyitaan tersebut dilakukan menyusul peningkatan status perkara kasus tersebut ke tahap penyidikan.
"Iya (bakal dilakukan penyitaan rekening Panji Gumilang)," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (16/8/2023).
Whisnu menjelaskan, sebelumnya penyidik juga telah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) guna membekukan aset-aset milik Panji yang diduga terkait TPPU dan korupsi dana BOS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Whisnu menjelaskan, total ada ratusan miliar aset keuangan Panji yang telah dibekukan PPATK. Nantinya, menurut dia, seluruh aset tersebut bakal diserahkan kepada penyidik Bareskrim Polri untuk dijadikan sebagai alat bukti.
"Ada saldo dibekukan, nanti setelah ini (penyidikan) kita akan menerima rekening. Nominalnya ratusan miliar. Jadi transaksinya triliunan, yang bisa dibekukan ratusan miliar," jelasnya.
Sebelumnya, Bareskrim juga telah meningkatkan status kasus TPPU dan korupsi dana BOS yang menjerat Panji Gumilang ke tahap penyidikan. Whisnu Hermawan mengatakan peningkatan status tersebut dilakukan setelah melakukan gelar perkara pada Rabu (16/8).
Dalam gelar perkara tersebut, Whisnu menjelaskan, ada dua berkas perkara yang disepakati untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan. Adapun gelar perkara dilakukan pada pukul 10.00-13.00 WIB hari ini.
"Hasil gelar perkara tersebut disepakati bersama bahwa telah ditemukan bukti permulaan cukup untuk meningkatkan penyelidikan menjadi penyidikan," kata Whisnu.
"Pertama, tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal diputuskan dan tindak pidana penggelapan. Yang kedua diputuskan oleh dalam gelar perkara berkas perkara korupsi Dana BOS yang menjadi berkas kedua," lanjutnya
Atas perbuatannya, Whisnu mengatakan Panji dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU dan/atau Pasal 70 jo Pasal 5 UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.
Selain itu, Panji diduga melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Pasal 2 UU Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Kasus TPPU Panji Gumilang
Sebelumnya, Dittipideksus Bareskrim Polri tengah mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pimpinan Pondok Pesantren Al-Zaytun, Panji Gumilang. Polisi menduga ada dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Ponpes Al-Zaytun mengalir ke rekening pribadi Panji Gumilang.
"Jadi masih didalami terkait dana BOS, tetapi dana BOS tersebut ada yang mengalir ke rekening pribadi APG (Panji Gumilang)," kata Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan di gedung Bareskrim Polri, Selasa (8/8).
Sebelumnya diberitakan, dugaan tindak pidana TPPU, korupsi, hingga penggelapan itu terkait dengan pengelolaan keuangan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan dana zakat di Ponpes Al-Zaytun.
Bareskrim juga telah melakukan koordinasi dan diskusi dengan tim dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) hingga ahli TPPU.
Baca halaman selanjutnya.
Simak Video: Bareskrim Limpahkan Berkas Perkara Panji Gumilang ke Kejaksaan
Panji Jadi Tersangka Penodaan Agama
Di sisi lain, Bareskrim Polri telah menetapkan Panji Gumilang, sebagai tersangka kasus penodaan agama. Terhadap Panji juga telah dilakukan penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.
Penahanan Panji dimulai pada Rabu (2/8/2023), pukul 02.00 WIB. Penahanan dilakukan selama 20 hari hingga 21 Agustus 2023.
Terkini, penyidik menyatakan telah merampungkan penyidikan dalam perkara itu. Berkas kasus tersebut telah dilimpahkan ke Kejaksaan hari ini.
"Kita sudah melaksanakan pemberkasan dan kami pagi hari ini akan menyerahkan berkas perkara kepada kejaksaan," ujar Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (16/8).
Panji Gumilang dijerat dengan Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan/atau Pasal 45a ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU ITE dan/atau Pasal 156a KUHP dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.