Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengutuk pembakaran Al-Qur'an yang kembali terjadi di Swedia dan Denmark. Adapun kejadian ini dilakukan di depan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Copenhagen, Denmark.
HNW pun meminta Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri untuk bersikap lebih tegas menghentikan tindakan intoleran radikal dan islamophobia tersebut.
"Aksi intoleran radikal di Swedia dan Denmark tersebut harusnya tidak dibiarkan berkelanjutan. OKI, bahkan Presiden Jokowi memang sudah mengkritik keras, dan Pemerintah Indonesia telah memanggil Dubes Swedia dan Denmark di Indonesia dan menyampaikan protes keras. Namun, ternyata mereka masih saja, Pemerintah Swedia dan Norwegia membiarkan terjadinya tindakan intoleran dan radikal dengan pembakaran kitab Al-Qur'an yang disucikan oleh miliaran umat Islam sedunia, termasuk lebih dari 200 juta umat Islam di Indonesia," ujar HNW dalam keterangannya, Rabu (16/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Maka sikap Pemerintah itu tidaklah cukup. Perlu langkah yang lebih efektif. Bila perlu, memboikot produk-produk Swedia dan Denmark dan atau mengusir Dubes Swedia dan Denmark dari negara-negara anggota OKI, termasuk Indonesia, apabila Pemerintah Swedia dan Denmark tidak segera serius mengatasi tindakan radikal dan islamophobia dan menghukum berat pelakunya, dan tidak menghormati sikap penolakan Indonesia dan dunia Islam," imbuhnya.
HNW mengatakan aksi intoleran radikal dari sayap kanan yang kembali melakukan penistaan agama Islam dengan membakar Al-Qur'an semakin marak terjadi di negara-negara Skandinavia. Adapun peristiwa tersebut beberapa kali dilakukan di Denmark dan Swedia.
Oleh karena itu, HNW meminta agar Indonesia sebagai salah satu negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam terbesar di dunia, efektif menggalang sikap bersama dunia Islam dan dunia anti islamophobia. Pemerintah Indonesia juga diharap dapat peduli HAM untuk mengutuk dan menghentikan aksi intoleran radikal tersebut.
"Ada banyak forum yang bisa dimaksimalkan oleh pemerintah Indonesia, seperti forum Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Muslim Dunia, Dewan HAM PBB serta Majelis Umum PBB yang sudah menyetujui adanya Hari Internasional Melawan Islamophobia," ucapnya.
HNW menambahkan, instrumen hukum internasional juga bisa dijadikan dasar untuk menghentikan aksi tersebut. Beberapa di antaranya yakni, Resolusi Dewan HAM PBB Nomor A/HRC/53/L/23 yang mengutuk pembakaran Al-Qur'an, serta Resolusi PBB yang disetujui oleh Sidang Umum PBB pada 15 Maret 2022 yang menetapkan 15 Maret sebagai Hari Memerangi Islamophobia.
"Aksi pembakaran Al-Qur'an tersebut merupakan wujud konkret dari Islamophobia yang perlu diperangi secara bersama dan oleh negara-negara anggota PBB," jelasnya.
Lebih lanjut, HNW mengatakan di level regional Eropa, Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) Eropa telah memberikan batasan konkret terkait kebebasan berekspresi dan penistaan agama. Dalam putusannya pada 2018 lalu, Pengadilan HAM Eropa menegaskan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW merupakan penistaan agama, dan tidak termasuk kebebasan berekspresi.
Menurut HNW, hal sejenis seharusnya juga diterapkan terhadap kasus pembakaran Al-Qur'an yang berulang kali terjadi. Ia pun menyayangkan Swedia dan Denmark abai memperhatikan hal-hal penting semacam itu. Padahal, kedua negara ini kerap dianggap sebagai negara yang menegakkan prinsip-prinsip HAM dan tergabung dalam Council of Europe yang berada dalam yurisdiksi Pengadilan HAM Eropa.
"Sebenarnya dengan sikap PBB, Dewan HAM PBB serta Mahkamah HAM Eropa, sudah jelas dan tegas batasan antara penistaan agama dan kebebasan berekspresi. Penistaan agama seperti terhadap kitab suci Al-Qur'an, dan pelecehan simbol agama bukan bagian dari kebebasan berekspresi, bukan bagian dari HAM, yang karenanya harus dihentikan dan tidak ditolerir," pungkasnya.
(akn/ega)