Kebutuhan masyarakat terhadap baby sitter membuka peluang tumbuhnya yayasan/PT sebagai penyalur tenaga kerja. Tapi bolehkan pihak yayasan memotong gaji baby sitter secara sepihak?
Berikut pertanyaan pembaca yang diterima detik's Advocate. Pembaca detikcom juga bisa mengajukan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com.
Saya ingin bertanya tentang apakah sesuatu perusahaan bisa menuntut saya karena saya tidak mengikuti peraturan kontrak kerjanya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya saya cerita kronologinya.
Saya mendapatkan iklan lowongan kerja baby sitter di Facebook dan saya menyimpan nomor hp nya. Setelah beberapa bulan saya menghubungi & mendatangi kantornya di Tangerang, Banten.
Di awal saya bertanya apakah ada potongan gaji, jawabnya tidak. Dan ketika saya sudah di kantornya staf itu pun menjelaskan tentang peraturan PT tersebut dan ternyata jelas ada pemotongan gaji sebanyak Rp 14 juta (bea pendidikan), dan saya pun kaget dan saya protes karena saya merasa tertipu.
Lalu staf itu membujuk saya dan menyarankan untuk tetap ikut karena gajinya Rp 5 juta perbulan. Dan staf itu pun mengatakan tidak sampai 1 bulan saya pasti sudah kerja. Lalu saya pun tanda tangan perjanjian kerja itu yang bunyinya saya harus menyicil Rp 14 juta dri gaji. Dan apabila saya melakukan pelanggaran maka saya dikenakan denda Rp 25 juta.
Lalu saya menjalani pendidikan itu selama 2 minggu
Namun setelah hampir 3 bulan saya di messnya tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Saya dan 13 orang yang ada di mess dikurung dan saya memutuskan untuk lari dari mess tersebut karena saya tidak merasakan kesejahteraan di dalamnya.
Alasan saya lari karena saya merasa tertipu dan saya mendapatkan informasi dari teman yang sudah dipulangkan dari rumah majikannya. Bahwasanya Adm majikan untuk mempekerjakan kami sebesar +- Rp 44 juta per orang dan gaji perbulan Rp 7 juta bahkan lebih perbulan. Sedangkan gaji yang teman saya terima hanya Rp 3 juta karena sudah mencicil bea pendidikan.
Di situ saya merasa bahwa tenaga kami hanya diambil oleh mereka karena mereka lebih banyak mendapatkan uang dari keringat kami sendiri. Apabila terjadi sesuatu kepada kami, maka si perusahaan tidak bertanggung jawab bahkan jika kami meninggal dunia.
Sara
Untuk menjawab pertanyaan pembaca detik's Advocate di atas, kami meminta pendapat advokat Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H. Simak penjelasan lengkapnya di halaman selanjutnya:
Terima kasih atas pertanyaan yang Saudari sampaikan. Kami akan coba membantu untuk menjawabnya.
Pertama, Saudari tidak menjelaskan status yayasan/PT sehingga kami berasumsi PT/yayasan itu adalah legal dan berbadan hukum.
Kedua, apabila mengacu kepada pertanyaan di atas bahwa pekerjaan yang dimaksud adalah menjadi baby sitter, maka menurut pendapat kami hubungan kerja antara Saudari dengan perusahaan adalah perjanjian alih daya (outsourcing) yang mengacu kepada ketentuan Pasal 81 Angka (20) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) yang mengubah ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) Juncto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU 6/2023), yang menyatakan :
Ayat (1) :
"Hubungan Kerja antara Perusahaan alih daya dengan Pekerja/Buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada Perjanjian Kerja yang dibuat secara tertulis, baik perjanjian kerja waktu tertentu maupun perjanjian kerja waktu tidak tertentu"
Kami kurang mendapatkan informasi mengenai jenis perjanjian kerja yang sudah Saudari tandatangani, apakah berbentuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu atau berupa Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu. Untuk itu, kami mengasumsikannya sebagai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Pelaksanaan PKWT didasarkan kepada jangka waktu. Hal ini sesuai sebagaimana ketentuan Pasal 81 Angka (12) Perppu Ciptaker yang mengubah ketentuan Pasal 56 UU Ketenagakerjaan Juncto UU 6/2023, yang menyatakan :
Ayat (2) :
"Perjanjian kerja waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) didasarkan atas :
a. Jangka waktu; atau
b. Selesainya suatu pekerjaan tertentu."
Oleh karena itu, di dalam PKWT biasanya sudah diatur mengenai jangka waktu berakhirnya hubungan kerja. Pelanggaran terhadap jangka waktu berakhirnya PKWT dapat berakibat salah satu pihak yang mengakhiri hubungan kerja dikenakan sanksi ganti rugi sebagaimana ketentuan Pasal 62 UU Ketenagakerjaan, yang menyatakan :
"Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 Ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja"
Atas dasar aturan hukum di atas, maka Saudari dapat dikenakan sanksi ganti rugi kepada perusahaan sebesar upah per bulan yang dihitung sejak terjadinya pemutusan kontrak kerja secara sepihak sampai dengan jangka waktu berakhirnya PKWT. Namun, oleh karena di dalam PKWT sudah disepakati besarnya ganti rugi (denda) apabila terjadi pelanggaran kontrak kerja yaitu sebanyak Rp 25 juta, maka menurut pendapat kami, Saudari hanya akan dikenakan sanksi sebesar nilai tersebut apabila nantinya perusahaan mengajukan gugatan ke Pengadilan.
Demikian jawaban dari kami, semoga dapat bermanfaat. Salam.
Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H.
Partner pada Law Office ELMA & Partners
www.lawofficeelma.com
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
![]() |
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.