Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Jenderal TNI (Purn) Moeldoko terkait kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah (DPP) Partai Demokrat yang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono. Di kasus ini, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) jadi pihak tergugat.
"Tolak," demikian bunyi putusan MA yang dilansir website-nya, Kamis (10/8/2023).
Permohonan PK Kepala Staf Presiden (KSP) itu telah terdaftar dengan nomor perkara 128 PK/TUN/2023. Adapun anggota majelis adalah Lulik Tri Cahyaningrum dan Cerah Bangun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Panitera Pengganti Adi Irawan," demikian bunyi sirus resmi MA tersebut.
Berikut fakta-fakta terkait penolakan PK Moeldoko oleh MA.
1) Awal Mula Kasus
Sebagaimana diketahui, Moeldoko tiba-tiba mengklaim menjadi Ketum PD lewat Konferensi Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang. Pihak AHY tak mengakui adanya KLB tersebut.
Kemenkumham pun menolak kepengurusan Partai Demokrat hasil KLB. Sampai saat ini, Partai Demokrat pimpinan AHY terdaftar sebagai peserta Pemilu 2024.
Moeldoko lalu memutar dengan menggugat AD/ART PD dengan Ketum AHY yang disahkan Menkumham ke PTUN Jakarta. Gugatan Moeldoko itu kalah di tingkat pertama, banding, dan kasasi. Moeldoko tidak tinggal diam dan mengajukan PK.
2) Novum Moeldoko Dianggap Tak Cukup
Hakim agung sekaligus juru bicara MA, Suharto mengatakan novum yang diajukan pihak Moeldoko tidak cukup. Hal itu yang menjadi pertimbangan majelis hakim agung menolak permohonan tersebut.
"Bahwa novum yang diajukan pemohon PK tidak bersifat menentukan, sehingga tidak bisa menggugurkan pertimbangan hukum dari putusan kasasi," kata Suharto, Saat jumpa pers di Gedung MA, Jakarta, Kamis (10/8/2023)
3) Moeldoko Harus Bayar Biaya PK
Selain menolak PK, MA mewajibkan Moeldoko membayar biaya PK.
"Amar putusannya; menolak PK dari para pemohon PK, menghukum para pemohon PK membayar biaya perkara pada PK sejumlah Rp 2,5 juta," ujar Suharto.
4) MK Minta Masalah Dibawa ke Mahkamah Partai
Suharto mengatakan majelis hakim PK menilai masalah kepengurusan partai itu sebaiknya diselesaikan di kalangan internal partai. Menurut Suharto, hingga PK didaftarkan, tidak ada upaya dari pihak Moeldoko untuk menyelesaikan masalah ini di Mahkamah Partai Demokrat.
"Bahwa walaupun objek sengketa merupakan keputusan tata usaha negara sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 9 dan Pasal 1 angka 10 UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara juncto Pasal 87 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, akan tetapi pada hakikatnya sengketa a quo merupakan masalah penilaian keabsahan kepengurusan Partai Demokrat, antara Penggugat dan Tergugat II intervensi," jelasnya.
"Sehingga merupakan masalah internal Partai Demokrat yang harus diselesaikan terlebih dahulu melalui Mahkamah Partai Demokrat sebagaimana dimaksud Pasal 32 ayat 1 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Sampai saat gugatan a quo didaftarkan, mekanisme melalui Mahkamah Partai Demokrat belum ditempuh oleh penggugat," sambung Suharto.
Simak Video 'MA Tolak PK Moeldoko soal Demokrat, AHY-Ibas Merayakannya!':
Selengkapnya di halaman selanjutnya.