Mantan Kadis PUPR Provinsi Papua Mikael Kambuaya bercerita kalau dirinya sempat pergi ke Singapura untuk menjenguk Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe yang disebut sedang sakit. Sesampainya di Singapura, Mikael malah bertemu dengan Lukas di hotel.
Hal itu diungkap Mikael saat menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi dengan terdakwa Lukas Enembe di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (7/8/2023). Mulanya, Mikael mengatakan dirinya pergi ke Singapura pada tahun 2016.
"Saudara pernah ikut terdakwa ke Singapura?" tanya jaksa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Satu kali, sekitar 2016," jawab Mikael.
"Selain saudara ada siapa aja?" tanya jaksa.
"Saya tidak tahu, biasanya Bapak Gubernur berangkat ada orang yang mendampingi, tapi saya tidak tahu, beliau masih sakit jadi saya pergi untuk melihat," kata Mikael.
"Saudara ke Singapura dalam kaitan untuk menjenguk?" tanya jaksa.
"Iya," jawab Mikael.
Hakim lalu mengambil alih pertanyaan. Hakim bertanya di mana akhirnya Mikael bertemu dengan Lukas di Singapura. Mikael menyebut bertemu dengan Lukas di hotel.
"Saudara ketemu dengan Lukas Enembe di mana?" tanya hakim.
"Di hotel, saya lupa nama," jawab Mikael.
"Apakah hotel itu di lokasi Casino MBS?" tanya hakim.
"Saya tidak begitu hafal," jawab Mikael.
"Jadi saudara ketemu dia bukan di rumah sakit?
"Bukan," jawab Mikael.
"Ketemu di hotel?" tanya hakim lagi.
"Iya di hotel, " jawab Mikael
Mikael menyebut sempat berkomunikasi dengan Lukas. Dia menyebut Lukas dapat berkomunikasi dengan lancar.
"Apakah dia komunikasi dengan lancar?" tanya hakim.
"Iya," jawab Mikael.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Lukas Didakwa Suap-Gratifikasi Rp 46,8 M
Lukas Enembe didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46,8 miliar. Jaksa mengatakan suap dan gratifikasi itu diterima dalam bentuk uang tunai dan pembangunan atau perbaikan aset milik Lukas.
"Yang melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima hadiah atau janji, yaitu menerima hadiah yang keseluruhannya Rp 45.843.485.350 (Rp 45,8 miliar)," kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/6).
Jaksa mengatakan Lukas menerima uang Rp 10,4 miliar dari Piton Enumbi selaku pemilik PT Melonesia Mulia. Kemudian, Lukas juga menerima Rp 35,4 miliar dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo.
Jaksa menyebut suap itu diberikan agar Lukas selaku Gubernur Papua memenangkan perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijantono dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Papua. Jaksa mengatakan suap itu terjadi pada 2018.
Jaksa mengatakan suap dari Rijatono itu terbagi dalam uang Rp 1 miliar dan Rp 34,4 miliar dalam bentuk pembangunan atau renovasi aset Lukas. Aset itu antara lain hotel, dapur katering, kosan, hingga rumah.
Lukas juga didakwa menerima gratifikasi Rp 1 miliar. Duit itu diterima Lukas dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua melalui Imelda Sun. Jaksa mengatakan Lukas tidak melaporkan penerimaan uang itu ke KPK sehingga harus dianggap suap.
Akibat perbuatannya, Lukas didakwa Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan pasal 12B UU Pemberantasan Korupsi.