Dadang menambahkan, sebelum sertifikasi atau SIM diterbitkan, ada ujian secara fisik serta pengetahuan tentang rambu dan aturan. Menurutnya, ujian tersebut bagian fundamental angkutan jalan di mana ada empat pilar, yaitu manusia, sarana, prasarana, dan regulasi.
"Dengan SIM yang mempunyai batasan waktu, diharapkan mekanisme evaluasi, pengawasan, dan edukasi bisa berkesinambungan karena SIM mencakup masalah kompetensi dalam mengemudi," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Dadang, kemampuan seorang pengemudi harus dievaluasi sehingga bisa diketahui kemampuannya naik atau turun. Indikasi kemampuan itu bisa dilihat dari persentase pelanggaran yang dilakukan, seperti melanggar batas kecepatan, marka, dan rambu-rambu yang dilakukan oleh pengemudi.
"Jika SIM berlaku seumur hidup, dikhawatirkan berkurangnya faktor pengawasan karena si pemilik sertifikasi atau SIM ini secara subjektif juga akan mengalami dinamisasi, misalkan bertambahnya usia, faktor kesehatan, dan lain-lain," ujarnya.
Wacana perubahan masa berlaku SIM dari lima tahun menjadi seumur hidup mencuat saat DPR RI melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Korlantas Polri beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, anggota DPR ini berharap personel Polri bisa mengikuti petunjuk Kapolri untuk memberi kemudahan dalam proses penerbitan SIM dengan tetap berdasarkan kompetensi atau kemampuan demi keselamatan bersama dalam berlalu lintas.
(jbr/lir)