Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez menyoroti vonis lima tahun Asfiyatun (60), seorang ibu penjual gorengan keliling di Surabaya karena menerima paket narkoba milik anaknya. Dia berbicara soal pentingnya keadilan berlandaskan hati nurani.
"Sungguh disayangkan, kejahatan yang dilakukan sang anak harus ditanggung ibunya juga. Saya memahami keadilan harus ditegakkan, tapi kita jangan sampai lupa bahwa keadilan juga harus berlandaskan pada hati nurani," kata Gilang dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/8/2023).
Gilang memahami bahwa tindakan Asfiyatun telah melanggar hukum karena secara tidak langsung turut serta membantu perbuatan terlarang yang dilakukan anaknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi apakah naluri seorang ibu yang mencoba membantu anaknya pantas dengan hukuman selama itu?" ujarnya.
Gilang mendukung penegakan hukum terhadap pelaku peredaran narkoba. Hanya saja, ia berharap penegak hukum melihat dari sisi lain bahwa sebenarnya Asfiyatun juga merupakan korban kejahatan anaknya.
"Upaya penegakan hukum harus berorientasi pada keadilan. Tapi untuk memperoleh keadilan, penegakan hukum juga tidak boleh mengabaikan hati nurani. Bahwa apa yang dilakukan ibu tersebut memang salah, tapi hukuman 5 tahun cukup berat dengan kondisi seperti itu," sebut Gilang.
Legislator PDIP ini mengingatkan agar penegak hukum bijaksana dalam menghadapi kasus yang melibatkan orang-orang kecil. Gilang berharap penegakan hukum tidak tajam ke bawah.
"Saya berharap penegak hukum mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dalam menghadapi kasus hukum rakyat kecil yang sangat membutuhkan pengayoman dari penegak hukum," ucapnya.
Gilang lantas membeberkan ada banyak kasus hukum yang pilu dan miris menimpa rakyat kecil. Seperti kisah nenek Asyani (70), seorang warga Dusun Krastal, Situbondo yang divonis 15 tahun penjara karena kedapatan mencuri 7 kayu jati di lahan milik Perhutani.
Selanjutnya, pasangan lansia Anjol Hasim (75) dan Jamilu Nani (80) asal Desa Tenggela, Kabupaten Gorontalo, yang tersandung kasus hukum karena melakukan pencurian 6 batang bambu. Belum lagi berbagai kasus sengketa lahan antara masyarakat dan pihak perusahaan yang kerap kali membuat warga berakhir menjadi tersangka, atau hingga terpidana.
Berkaca dari hal itu, Gilang mendorong penegak hukum agar lebih peka dalam melihat kasus-kasus hukum. Sebab sering ditemukan, masyarakat tidak sadar perbuatannya telah melanggar hukum.
"Menghadapi kejadian-kejadian seperti itu, alangkah lebih baiknya bila penegak hukum mengutamakan pengayoman atau pembinaan kepada masyarakat," ungkap Gilang.
Gilang bicara restorative justice (RJ) yang tengah digalakkan oleh institusi penegak hukum. Dia mendorong kasus Asfiyatun diselesaikan secara RJ.
"Kalau memang memungkinkan restorative justice, sebisa mungkin diupayakan. Apalagi bagi pihak-pihak yang bukan pelaku utama seperi ibu di Surabaya seperti itu," ujarnya.
Diketahui, kasus yang menjerat Asfiyatun bermula pada Minggu, 18 Januari 2023 sekitar pukul 00.30 WIB di Jalan Wonokusumo Kidul Surabaya. Kala itu dia sedang berada di rumahnya.
Namun, tiba-tiba ada ada seseorang yang mendatangi dan mengaku sebagai ibu dari seseorang bernama Priska.
Seseorang yang masih buron hingga saat ini tersebut mengaku telah memesan ganja dalam jumlah besar kepada putranya, Santoso. Bahkan, mengklaim telah membayar uang senilai Rp 32,5 juta pada Santoso.
Namun, ganja pesanan tak kunjung diperoleh. Dari situ lah, Asfiyatun menghubungi Santoso agar mengembalikan uang tersebut.
Lihat juga Video 'Polisi Bongkar Budidaya Bibit Ganja Impor di Batam':
(aik/aik)