"Sudah," jawab Mirza.
"Ada tanda terimanya?" tanya Maqdir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada," jawab Mirza.
"Ada berita acara penerimaan oleh penyidik?" tanya Maqdir.
"Saya setorkan ke virtual account Kejaksaan," jawab Mirza.
"Maaf, Yang Mulia, kami ingin tanya kepada penuntut umum, apakah ada memang berita acara tentang penyerahan uang dari saudara saksi?" tanya Maqdir.
Hakim lalu menanyakan permintaan Maqdir itu ke jaksa. Namun, jaksa enggan menanggapi permintaan Maqdir terkait tanda terima penyerahan uang Rp 300 juta tersebut.
"Mau ditanggapi penuntut umum?" tanya Hakim Dennie.
"Dalam hal ini kami tidak ingin menanggapi pertanyaan dari penasihat hukum majelis," jawab jaksa.
Dakwaan terhadap Irwan dkk
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (4/7), Irwan beserta dengan Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia Tahun 2020 Yohan Suryanto, Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif dan Galumbang serta Mukti melakukan pertemuan-pertemuan dengan calon kontraktor dan subkontraktor dalam rangka menentukan pelaksana pekerjaan BTS 4G. Pertemuan itu mengatur persyaratan pemilihan penyedia.
Irwan disebut menentukan pemenang penyedia, yakni Konsorsium Fiber Home PT Telkominfra dan PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1, 2, lalu Konsorsium PT Lintas Arta, PT Huawei, dan PT Surya Energy Indotama (SEI) untuk Paket 3, serta Konsorsium PT Infra Struktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan PT ZTE Indonesia Paket 4, 5.
Singkat cerita, proyek mulai dikerjakan oleh perusahaan-perusahaan itu. Namun proyek itu tak bisa tuntas menjelang batas akhir kontrak, yakni 31 Desember 2021.
Menkominfo saat itu Johnny G Plate kemudian memerintahkan agar proyek dilanjutkan. Dia juga disebut memerintahkan pembayaran 100 persen, padahal proyek belum tuntas.
Proyek itu akhirnya tak tuntas hingga 31 Maret 2022. Perbuatan para terdakwa kemudian menyebabkan negara mengalami kerugian Rp 8 triliun.
(haf/haf)