Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menyampaikan orasi berjudul 'Pancasila Mahakarya Pendiri Bangsa: Sumber Falsafah Negara'. Orasi ini disampaikan dalam rangka acara Dies Natalis ke-70/Lustrum ke-14 Universitas Kristen Indonesia (UKI), Rabu (2/8).
Diketahui, Basarah menjadi salah satu dari 70 orator ilmiah dalam kegiatan orasi yang akan berlangsung selama 29 jam secara nonstop. Orasi ini telah dimulai hari ini dan berlangsung hingga Kamis (3/8). Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memecahkan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).
Disaksikan semua civitas akademika UKI, Basarah menjawab tiga rumusan masalah, yakni apa keunggulan Pancasila sebagai ideologi negara, bagaimana pemikiran dan peran Bung Karno dalam melahirkan Pancasila, dan bagaimana status Pancasila mahakarya pendiri bangsa menjadi sumber bagi falsafah negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Demi memperkuat cinta kepada Pancasila, kita mesti memahami bahwa ideologi Pancasila adalah mahakarya pendiri bangsa. Tanpa pemahaman seperti itu, generasi muda bangsa akan tercerabut dari akar sejarah dan sumber pengetahuan dasar negara," kata Basarah dalam keterangannya, Rabu (2/8/2023).
Pada kesempatan itu, Basarah mempertahankan argumentasinya dengan menegaskan bahwa sebagai sebuah karya, Pancasila memiliki kualitas mahakarya dibandingkan dengan sekadar karya biasa. Dia pun menyampaikan alasan dari argumentasinya.
"Pertama, kualitas pengetahuan Pancasila bersifat filosofis sebagaimana disebut Bung Karno dalam pidato 1 Juni 1945 sebagai dasar falsafah negara. Dasar filosofis ini memuat sifatnya yang radikal (mengakar), sistematis dan komprehensif," paparnya.
Alasan kedua, diterimanya Pancasila sebagai falsafah dasar negara secara aklamasi oleh sidang pertama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) pada 1 Juni 1945 menunjukkan 'mutiara' rumusan Bung Karno yang disampaikannya pada 1 Juni 1945.
Alasan ketiga, Basarah menegaskan kualitas pengetahuan Pancasila bersifat sintesis, menyatukan berbagai ideologi dunia menjadi ideologi baru yang khas Indonesia. Jika ideologi di luar negeri saling bertentangan, di dalam Pancasila semua pandangan dunia tersebut saling bersintesis.
"Sebagai contoh ideologi keagamaan dan kebangsaan, yang di luar Pancasila bertentangan, di dalam Pancasila justru menyatu menjadi nasionalisme religius. Demikian pula demokrasi dan agama yang seolah bertentangan, dalam Pancasila menyatu menjadi teo-demokrasi. Penyatuan serupa terjadi pada sila-sila lainnya," jelas Basarah.
Basarah menambahkan kemampuan Pancasila dalam menyatukan keragaman bangsa Indonesia dengan sendirinya menjadikan ideologi bangsa ini mahakarya yang membanggakan. Ini terus menggelora sejak gagasannya dilahirkan 1 Juni 1945, lalu dirumuskan pada 22 Juni 1945, kemudian disahkan dalam konsensus final pada 18 Agustus 1945.
"Dalam ketiga fase tersebut, Bung Karno selalu terlibat di dalamnya bersama para pendiri bangsa. Dengan demikian, Pancasila yang kita miliki hanya ada satu, yakni Pancasila, titik. Tidak ada Pancasila 1 Juni, atau Pancasila 22 Juni, atau Pancasila 18 Agustus," pungkasnya.
(akd/ega)