Pro Kontra soal Kabasarnas Kelak Diadili Peradilan Militer atau Umum

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 02 Agu 2023 06:52 WIB
Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi (Foto: Tangkapan Layar YouTube Basarnas)
Jakarta -

Penanganan kasus dugaan korupsi Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi menimbulkan pro dan kontra. Puspom TNI menyatakan Henri bakal diadili di peradilan militer, namun kini muncul usulan publik agar Henri diadili di peradilan umum.

Dalam jumpa pers yang digelar di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (31/7/2023), Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko mengatakan Henri bakal diadili di peradilan militer. Agung menyebut saat peristiwa terjadi, Henri masih tercatat sebagai perwira aktif TNI.

"Pertama, saya jawab, bahwa kita melaksanakan proses pemeriksaan ini menganut asas tempus delicti. Jadi waktu kejadian pada saat dilakukan oleh HA ini saat beliau masih aktif menjadi prajurit TNI," ungkap Agung.

"Jadi proses hukumnya masuk dalam kompetensi peradilan militer," lanjutnya.

Agung mengatakan akan memproses kasus tersebut semaksimal mungkin. Pihaknya akan berkoordinasi dengan KPK.

"Kedua, tentunya kita akan memproses kasus ini semaksimal mungkin dengan terus berkoordinasi dengan KPK, terkait dengan apa yang sudah ada di dalam laporan yang ada di KPK dan di kami, kejadian sudah ada sejak tahun 2021 hingga 2023. Jadi itu akan kita gali, demikian," imbuhnya.

Puspom TNI sebelumnya sudah menetapkan Henri dan Korsmin Basarnas Letkol Afri Budi Cahyanto menjadi tersangka. Keduanya kini ditahan di instalasi tahanan militer milik Puspom TNI AU.

Usulan agar Diadili di Peradilan Umum

Sementara itu, usulan agar Kabasarnas Marsdya Henri diadili di peradilan umum salah satunya disampaikan Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini. Dia mulanya menjelaskan mengenai pangkal masalah pimpinan KPK yang berawal dari pemilihannya melalui DPR RI yang secara langsung perwakilan dari partai politik. Menurut Didik, partai politik sendiri selama ini lekat dengan anggapan korupsi.

"Jadi pimpinan KPK sekarang dipilih dengan cara dagang sapi. Yang menghasilkan pimpinan seperti sekarang ini," kata Didik dalam diskusi Dilema KPK dan Korupsi Militer yang disiarkan di space Twitter Universitas Paramadina, Senin (31/7).

Menurut Didik, kondisi KPK saat ini lemah termasuk soal prosedural. Didik menyinggung pimpinan KPK yang minta maaf dalam kasus Basarnas. Didik menganalogikan KPK seperti dodol, yang cara memasaknya dibolak-balik.

"Saya mengajukan amendemen UU pengadilan militer. Dan urusan korupsi harus keluar dari peradilan militer. Urusan korupsi tidak ada di dalam pengadilan militer," ujarnya.

Senada dengan Didik, mantan Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam juga mengkritik sikap dan etika pimpinan KPK. Dipo mengkritik sikap pimpinan KPK yang meminta maaf soal kasus Basarnas.

"Penyataan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak yang mengaku khilaf dan meminta maaf atas penetapan tersangka Kabasarnas, adalah pernyataan yang secara etis luar biasa bermasalah" ucapnya.

Padahal, menurut Dipo Alam, kasus Basarnas berdasarkan OTT bukan pengembangan kasus sehingga pimpinan KPK cukup bermasalah.

"Pernyataan-pernyataan itu luar biasa bermasalah karena telah mendemoralisasi semangat pemberantasan korupsi dan men-downgrade substansi penegakan hukum soal prosedural belaka" sebutnya.

Dipo menjelaskan, Indonesia memiliki empat peradilan, yakni peradilan umum, militer, tata usaha negara, dan agama. Dipo tak setuju kasus Basarnas tak bisa diadili peradilan umum.

"Sejauh yang bisa saya pelajari, menurut saya pendapat kedua ini punya dasar etis dan norma yang jauh lebih kuat sehingga tidak benar jika ada penilaian bahwa anggota TNI terlibat dalam kasus Basarnas hanya bisa diadili oleh pengadilan militer," paparnya.

"UU pengadilan militer menjelaskan tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan pengadilan umum dan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum" tambahnya.

Simak Video 'Jejak Kasus Dugaan Suap Kabasarnas hingga Kini Masuk Tahanan Militer':

Simak selengkapnya di halaman berikutnya




(knv/knv)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork