Dukungan di Sana-sini soal TNI di Jabatan Sipil Dievaluasi Jokowi

Dukungan di Sana-sini soal TNI di Jabatan Sipil Dievaluasi Jokowi

Tim detikcom - detikNews
Selasa, 01 Agu 2023 20:33 WIB
Presiden Joko Widodo
Foto: YouTube Sekretariat Presiden
Jakarta -

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengevaluasi penempatan perwira TNI di jabatan sipil usai kisruh operasi tangkap tangan (OTT) KPK di tubuh Basarnas. Wacana ini didukung sejumlah pihak.

Jokowi tak menampik dirinya juga akan mengevaluasi institusi lainnya. Dia tak ingin ada penyelewengan anggaran lagi.

"Semuanya akan dievaluasi, tidak hanya masalah itu, semuanya," kata Jokowi di Inlet Sodetan Ciliwung, Jakarta Timur, Senin (31/7/2023). Jokowi ditanya apakah akan mengevaluasi penempatan perwira TNI yang menduduki jabatan sipil agar polemik serupa tidak terulang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena kita tidak mau lagi di tempat-tempat yang sangat penting terjadi penyelewengan, terjadi korupsi," tambahnya.

Dalam OTT di Basarnas, ada lima orang yang ditetapkan tersangka oleh KPK. Kelima tersangka itu terdiri atas tiga pihak swasta selaku pemberi suap dan dua oknum TNI masing-masing Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto selaku penerima suap.

ADVERTISEMENT

Pengumuman tersangka kepada dua anggota TNI itu direspons pihak Puspom TNI. Mereka keberatan atas langkah yang dilakukan KPK. Namun, kini Henri telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Puspom TNI dan ditahan. Begitupun Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.

Ahli Hukum Dukung

Presiden Jokowi akan mengevaluasi penempatan perwira TNI di jabatan sipil buntut OTT KPK yang berujung Kepala Basarnas menjadi tersangka. Ahli Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mendukung Jokowi melakukan evaluasi buntut adanya OTT tersebut.

"Langkah evaluasi itu sudah tepat ya karena, berdasarkan Pasal 30 UUD 1945, tugas TNI itu adalah di sektor pertahanan, sehingga tidak diperkenankan terjadi dwifungsi atau multifungsi bagi TNI," kata Feri Amsari saat dihubungi, Selasa (1/8).

Selain itu, ia menilai, bukan hanya TNI yang dievaluasi, Presiden Jokowi juga dapat mengevaluasi lembaga lainnya, seperti Polri, yang juga memiliki jabatan di sipil.

"Tentu saja (evaluasi) tidak hanya TNI, harus juga polisi, karena ketentuan Pasal 30 UUD 1945 itu juga di sektor keamanan. Tidak boleh juga Presiden kemudian mengevaluasi kinerja TNI di sektor-sektor lain tanpa kemudian mengevaluasi juga kepolisian. Ini dua hal yang searah untuk membangun profesionalitas TNI dan Polri," katanya.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya..

Simak juga 'Jejak Kasus Dugaan Suap Kabasarnas hingga Kini Masuk Tahanan Militer':

[Gambas:Video 20detik]



Pakar Hukum Tata Negara Dukung

Pakar hukum tata negara Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto, memandang evaluasi anggota TNI di jabatan sipil perlu dilakukan. Menurut Aan, yang perlu dievaluasi adalah penerapan aturan dalam Pasal 47 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

"Dievaluasi iya, ditegakkan hukumnya. Karena sudah jelas dalam Undang-undang TNI itu tentara aktif hanya bisa menduduki jabatan-jabatan sipil kalau sudah dinonaktifkan. Ketika terjadi pelanggaran, kalau melanggar hukum sipil diadili di peradilan sipil, peradilan umum. Kalau melanggar aturan militer diadili di pengadilan militer. Tapi sampai sekarang juga tidak dilaksanakan itu," ujar Aan kepada wartawan, Selasa (1/8/2023).

Berikut bunyi ayat 1:

(1) Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

"Di undang-undang, kalau ada anggota menjabat di jabatan sipil selain yang ditentukan UU TNI maka harus mengundurkan diri atau pensiun dari TNI, statusnya berhenti sebagai militer, sebagai tentara. Melepas atribut kemiliterannya sepanjang menjabat di jabatan sipil," ucap Aan.

"Undang-undang terkait kemiliteran tidak berlaku di dia saat dia di jabatan sipil, karena dia tidak sedang menjalani fungsi tentara, dia sedang tidak menjalankan tugas fungsi pertahanan," sambung Aan.

YLBHI Harap Segera

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengevaluasi penempatan perwira TNI di jabatan sipil buntut OTT KPK yang berujung Kepala Basarnas menjadi tersangka. YLBHI meminta Jokowi segera melakukan evaluasi.

"Ya, harus segera dilakukan evaluasi komprehensif dan ditindaklanjuti dengan eksekusi tentunya," kata Wakil Ketua Advokasi dan Jaringan YLBHI Arif Maulana saat dihubungi, Selasa (1/8).

Ia berharap evaluasi tersebut segera dapat dieksekusi. Ia meminta Presiden mengevaluasi terutama terkait praktik dwifungsi yang kerap dinilai tidak sesuai peraturan.

"YLBHI berharap ini bukan sekedar janji-janji kosong Pak Jokowi karena selama ini praktik dwi fungsi atau bahkan multifungsi melalui penempatan prajurit TNI atau Polri aktif di jabatan sipil yang tidak sesuai dengan Peraturan Per-UU-an justru dilakukan oleh Pemerintahan Jokowi Widodo dan dibiarkan oleh DPR RI," kata Arif.

Ia mencontohkan dalam kasus Penerbitan Perpres No. 1 Tahun 2019 yang mengatur pelibatan Kemenko Polhukam di dalam BNPB dan Kepala BNPB dapat dijabat oleh Prajurit Aktif TNI (Pasal 63), penunjukan anggota TNI aktif sebagai Penjabat (Pj) Kepala Daerah.

"Termasuk membiarkan Ketua KPK bermasalah Firli Bahuri saat itu menjabat Ketua KPK Ketika masih aktif sebagai anggota Polri. Jelas ini bertentangan dengan semangat reformasi dan demokratisasi untuk penghapusan dwi fungsi," katanya.

Halaman 2 dari 2
(azh/azh)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads