Salah satu orang tua korban kerusuhan 1998, Maria Sanu, meminta pemerintah menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Dia mengatakan anaknya dibakar hidup-hidup dan jenazahnya tak pernah diketahui keberadaannya.
Hal itu disampaikan Maria dalam 'Diskusi Publik: Deklarasi Korban dan Masyarakat Sipil' di Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (2/7/2023). Maria merupakan ibu kandung dari Stefanus Sanu, yang diduga tewas dalam kerusuhan Mei 1998.
"Sudah 25 tahun sejak 1998 belum terselesaikan, sudah 25 tahun reformasi sampai saat ini belum juga terungkap siapa dalang kerusuhan. Saya mewakili keluarga korban lainnya, ingin mengutarakan pesan dari mereka karena banyak korban juga," kata Maria.
"Sudah 25 tahun tapi negara tidak ada perhatian buat keluarga korban, yang dijanjikan mana? Cuma omong doang. Sampai saya dan keluarga korban yang lain cemas kasus ini dihilangkan begitu saja seperti di peti es kan," lanjutnya.
Maria mengatakan dirinya sempat menyampaikan pesan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar kasus kerusuhan Mei 1998 dituntaskan. Dia mengaku ada dua dugaan pelanggaran HAM berat yang telah disampaikannya terkait tragedi 1998.
"Keluarga korban sangat berharap selesaikan kasus permasalahan korban 1998 di masa lalu, ke Pak Jokowi, saya mengajukan dua hal bahwa pelanggaran berat di masa lalu tolong diselesaikan, saya orang tua korban. Ini bukan direkayasa, ada buktinya," ujarnya.
Maria juga meminta Kejaksaan menuntaskan kasus dugaan pelanggaran HAM berat. Dia mengatakan dirinya dan keluarga korban lain merasa tidak ada kepastian soal penuntasan kasus dugaan pelanggaran HAM berat.
"Kedua, kejaksaan segera menindaklanjuti kasus pelanggaran HAM di masa lalu, jangan diombang-ambingkan kayak bola pingpong dilempar ke sana-kemari. Kapan selesainya? Jadi yang salah disalahkan dan yang benar dibenarkan, jangan dibolak-balik," tuturnya.
"Kita keluarga korban jujur, buta hukum. Selain ada pendampingan dari Komnas Perempuan, KontraS, dan lembaga lainnya, kita bersyukur mereka mau dampingi keluarga korban. Sehingga keluarga korban juga masih ada semangat untuk menyelesaikan kasus Ini," sambungnya.
Dia merasa sedih dan miris ketika menceritakan nasib anaknya. Dia pun memohon kepada Jokowi segera menyelesaikan kasus HAM Berat di Indonesia.
"Apalagi Mei 1998, anak saya dibakar hidup-hidup. Sakitnya luar biasa, jenazahnya tidak ditemukan sampai saat ini. Sementara barang anak saya tidak ditemukan hilang begitu saja. Saya Mohon, Pak Jokowi sebelum selesai kepemimpinannya, tolong selesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Keluarga korban tolong diberikan yang pantas, yang harus diterima oleh keluarga korban," ucapnya.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Nasional, Julius Ibrani, meminta Komnas HAM segera mengambil keputusan penentuan status kasus HAM berat. Dia mengaku khawatir dengan sikap Komnas HAM.
"Kami menegaskan kembali kepada Komnas HAM terkait khusus 27 Juli, kami sudah berkoordinasi dengan korban, menagih komitmen dan tanggung jawab dari Komnas HAM," kata Julius.
"Kami minta Komnas HAM bersikap tegas. Kalaupun Komnas HAM tidak bersikap seolah-olah mengamini sebagaimana penghancuran rumah gedong di Aceh, kita akan menunjuk muka Komnas HAM dan mengatakan dengan tegas dan lantang bahwa mereka menjadi bagian dari pelindung para pelanggaran HAM berat masa lalu," sambungnya.
Simak juga 'Gerindra soal Isu HAM Prabowo: Selalu Direproduksi Jelang Pilpres':
(haf/haf)