Jakarta - Buku 'Detik-detik yang Menentukan' tulisan Prof BJ Habibie berisikan cerita mengenai Pangkostrad Letjen Purn Prabowo Subianto di saat pergantian kekuasaan dari Soeharto dan Habibie. Prabowo membantah apa yang ditulis Habibie mengenai dirinya. Dia juga menegaskan saat itu tidak berupaya memimpin kudeta terhadap Habibie. "Saya tidak pernah mengerahkan pasukan Kostrad untuk makar atau kudeta. Seluruh asisten Kostrad di daerah saat itu dibawa komando Pangdam Jaya yang dijabat Sjafrie Sjamsoeddin, bagaimana mungkin? Pak Sjafrie masih hidup, bisa ditanya langsung," kata Prabowo dalam konferensi pers di lantai 10, Gedung Bidakara, Jl. Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (28/9/2006). Prabowo yang kini letjen purnawirawan dan aktif menjadi pengusaha membenarkan bahwa pada 22 Mei 1998, memang ada pasukan Kostrad yang berjaga di sekitar rumah Habibie dan kawasan Monas dan Istana. Namun, pengerahan pasukan Kostrad itu adalah untuk mengamankan Jakarta. Mengenai dicopotnya dirinya dari jabatan Pangkostrad, Prabowo menerimanya, meski saat itu sempat
shock. Dia memang sempat menawarkan agar pergantian dirinya diundur menjadi tiga bulan ke depan, agar tidak ada kontroversi di masyarakat. Bagi Prabowo, pergantian jabatan merupakan hal biasa.
Bantah Isi Dialog Pada kesempatan itu, Prabowo juga membantah isi dialog antara dirinya dengan Habibie yang ditulis dalam buku tersebut. Dalam pertemuan di Istana Kepresidenan itu, dia menegaskan tidak pernah membentak Habibie. "Tidak benar saya marah-marah. Tapi kalau shock, yaa," kata mantan Danjen Kopassus itu. Dalam pertemuan dengan Habibie itu, dirinya datang dengan mengenakan pakaian loreng. Dan sesuai aturan, saat itu, Prabowo tidak membawa senjata. Dalam bukunya, Habibie menuliskan mengenai Prabowo yang sempat marah saat akan dicopot sebagai Pangkostrad. Bahkan, Prabowo sempat mengatakan kepadanya dengan kalimat kasar. "Anda ini presiden apa? Anda naif," begitu perkataan Prabowo kepada Habibie saat itu. Di dalam bukunya, Habibie juga tidak menyebut secara jelas bahwa Prabowo saat itu akan melakukan kudeta. Hanya saja, Habibie merasakan ancaman kudeta, apalagi sesuai informasi Panglima ABRI Jenderal Wiranto saat itu, Pangkostrad telah mengerahkan pasukannya ke kawasan kediamannya di Kuningan. Istri dan semua anaknya juga diminta Wiranto untuk dievakuasi ke Wisma Negara.
(asy/jon)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini