Massa pekerja rumah tangga (PRT) menggelar aksi teatrikal di depan Gedung DPR, Jakarta. Aksi itu untuk mendesak DPR mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) menjadi UU.
Pantauan detikcom, Rabu (26/7/2023) sejak pukul 10.00 WIB, massa PRT mulai berdatangan ke depan DPR. Setiap orang dari mereka membawa alat pembersih yang biasa digunakan untuk bekerja.
Ada yang membawa sapu, pel lantai, dan serok sampah. Ada juga yang membawa serbet lalu diikatkan ke atas kepalanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka mulai menggelar aksinya pukul 10.30 WIB. Aksi tersebut berupa teatrikal PRT menyapu dan mengelap lantai.
Total ada 16 orang PRT yang berperan dalam aksi teatrikal tersebut. Semuanya diperankan oleh wanita yang merupakan para pekerja rumah tangga.
Dalam aksinya, mereka juga turut membawa beberapa poster tuntutan. Payung hitam bertuliskan 'Sahkan RUU PPRT' juga turut menghiasi aksi tersebut.
Usai menyampaikan pendapat dan melakukan aksi teatrikal, massa dari PRT membubarkan diri pukul 11.00 WIB. Mereka mengancam akan kembali melakukan aksi jika anggota DPR tak mengindahkan tuntutan mereka.
Suara dari Para Pekerja Rumah Tangga
Koordinator Aksi Jala PRT, Lita Anggraini, mengungkap nasib PRT yang memprihatinkan. Dia menyebut PRT sebagai warga kelas 2.
"Selama ini nasib PRT diinjak, dianggap sebagai warga kelas 2, tidak diakui sebagai pekerja, tidak diberikan hak haknya dan dia bekerja dalam situasi eksploitatif di situasi perbudakan modern," kata Lita.
Lita mengatakan hingga kini DPR belum mengesahkan RUU PPRT. Hal itu membuatnya geram karena merugikan profesi PRT.
"Selama ini DPR masih menyandera RUU PPRT. Menyandera RUU PPRT sama juga menyandera nasib PRT yang mereka menjadi korban perbudakan modern, korban kekerasan, korban dari tindak pidana perdagangan orang," imbuh Lita.
Dia menyebut tidak adanya UU yang melindungi hak PRT membuat para PRT tersebut diperlakukan semena-mena. Hal itu, kata Lita, sama saja dengan kasus tindak pidana perdagangan orang tapi ini di dalam negeri.
"Kemarin pemerintah liput soal tindak pidana perdagangan orang pada buruh migran. Padahal tindak pidana perdagangan orang juga terjadi PRT dalam negeri. Termasuk mereka PRT yang disandera oleh para penyalur, disandera, disekap oleh majikan, disandera nasibnya yang tidak dibayar upahnya, disandera mereka tidak makan, seperti itu. Dan kasus-kasus yang tiap hari berjatuhan memperlihatkan nasib PRT disandera karena RUU-nya tidak disahkan," ujar Lita.
(knv/knv)