Dugaan 337 juta data warga di Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) bocor dan dijual di internet bikin heboh publik. Dugaan ini mendapatkan sejumlah kritik dari berbagai pihak.
Dugaan kebocoran data ini awalnya diungkap pendiri Ethical Hacker Indonesia, Teguh Aprianto. di Twitternya dengan akun @secgron, Minggu (16/7/2023). Teguh menyebut data Dukcapil yang diduga bocor itu terbilang cukup lengkap, yakni mencakup nama, NIK, nomor KK, tanggal lahir, alamat, nama ayah, nama ibu, NIK ayah, NIK ibu, nomor akta lahir/nikah, dan lainnya.
"Kali ini yang bocor adalah data kita semua di Dukcapil sebanyak 337 juta data," ujar Teguh dalam dalam postingannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teguh merujuk kejadian-kejadian dugaan kebocoran data sebelumnya di mana instansi terkait buru-buru membantah dan hasil investigasi tidak disampaikan ke publik. Padahal, publik bisa menanggung akibat kebocoran data ini.
"Padahal yang bocor itu adalah data publik dan yang menanggung kerugiannya adalah masyarakat. Bahkan rekomendasi pun tak pernah diberikan sama sekali," ungkapnya.
detikcom merangkum lima kritik atas dugaan ini, sebagai berikut:
1. Usul Bentuk Komite Pengawas
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar, Dave Laksono angkat bicara soal dugaan ini. Dia meminta pembentukan komite pengawas perlindungan data pribadi.
"Perlu dibentuk komite atau lembaga pengawas akan perlindungan data pribadi, sesuai amanat UU. Akan tetapi harus ada ketegasan dan kejelasan otoritas dan tanggung jawab lembaga ini apa," kata Dave kepada wartawan, Selasa (18/7).
Ia menyebutkan ide soal pembentukan komite pengawas juga perlu diperhatikan dari segi anggaran supaya tepat penggunaannya. Menurut dia, harus ada ketegasan di sana.
"Agar tidak hanya menghamburkan anggaran negara, tetapi juga benar-benar bermanfaat. Lembaga tersebut harus mempunyai kemampuan untuk menerapkan dalam menjalankan protokol pengamanan, standardisasi sistem, dan hardware. Serta penanganan dan penangkalan data breach," ujar Dave.
Dave mengaku hingga saat ini belum menemukan rancangan kerja jangka panjang terkait penanganan kebocoran data. Ia meminta ada tindakan khusus dari pemerintah terkait hal itu.
"Saya belum melihat rancangan kerja jangka panjang dalam menangani kebocoran data ini. Saya menantikan blue print bagaimana pemerintah membangun keamanan data secara masif yang bisa menjadi paduan kepada semua kementerian atau lembaga dan lembaga swasta yang bertanggung jawab sebagai pengampu data," kata Dave.
2. Saran Pakar ke Pemerintah
Para pakar keamanan siber menyarankan agar pemerintah menginformasikan kepada masyarakat soal kebocoran ini.
"Yang kita inginkan adalah pengelola data bisa mengakui bahwa benar ini datanya bocor, datanya otentik dan ia perlu menginformasikan ke pemilik data kalau data yang dikelolanya bocor. Supaya masyarakat pemilik data tahu kalau datanya bocor dan bisa dieksploitasi. Itu sebenarnya yang harus dilakukan setiap kali terjadi kebocoran data," kata pakar forensik digital dan komputer dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, saat dihubungi, Selasa (18/7).
Kemudian, kata Alfons, pengelola data belajar mengelola data dengan baik. Apalagi jika bisa mengungkap celah kelemahannya.
"Lalu pengelola data belajar bagaimana mengelola dan mengamankan data dengan baik supaya tidak bocor lagi. Syukur-syukur bisa mengungkapkan di mana celahnya supaya kita pengelola data yang lain bisa belajar dan tidak melakukan kecerobohan yang sama," katanya.
Dia menyebut bahwa mungkin saja elemen data tidak sama dengan database kependudukan itu benar. Namun, menurutnya poinnya bukan di situ.
"Soal elemen data tidak sama dengan database kependudukan mungkin saja benar. Tetapi itu bukan poinnya," kata Alfons dihubungi secara terpisah.
Baginya, Kemendagri harus membuktikan keauntetikan data ini. Itu yang paling penting.
Sementara itu, pakar keamanan siber CISSREC Pratama Persadha mengingatkan bahwa kejadian ini bisa seperti kasus Pilpres di Amerika Serikat tahun 2016. Saat itu, heboh soal skandal Cambridge Analityca. Menurutnya, ini berbahaya.
"Ini kayak kasus Pilpres Amerika 2016, di mana ada skandal Cambridge Analityca. Data-data di dalamnya valid. Ini adalah bahaya. Karena dengan NIK dan No KK saja bisa dipakai untuk registrasi SIM cards. Bisa dipakai untuk kejahatan, penipuan, dan lain-lain. Apalagi ada field nama ibu kandung. Bisa dipakai untuk fraud perbankan," katanya.
Simak Video 'Temuan Sementara Kemendagri soal Dugaan 337 Juta Data Dukcapil Bocor':
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya..