Pengacara David: Strategi Pembelaan Mario Dandy-Shane Lukas Tak Beradab

Pengacara David: Strategi Pembelaan Mario Dandy-Shane Lukas Tak Beradab

Mulia Budi - detikNews
Selasa, 18 Jul 2023 23:13 WIB
Pengacara David, Mellisa Anggraeni
Foto: Pengacara David, Mellisa Anggraeni. (Mulia Budi/detikcom)
Jakarta -

Kuasa hukum Cristalino David Ozora, Mellisa Anggraini, menilai strategi pembelaan yang dilakukan pihak Mario Dandy Satriyo (20) dan Shane Lukas (19) tak beradab. Mellisa mengatakan Mario dan Lukas memanfaatkan pemulihan kondisi kesehatan fisik David sebagai pembelaan.

"Kami sudah membaca ini sebagai salah satu strategi pembelaan. Tetapi strategi pembelaan ini adalah yang memanfaatkan kondisi David. Ini strategi pembelaan yang paling nggak beradab ya. Menurut kami nggak ada adabnya," kata Mellisa kepada wartawan usai persidangan di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (18/7/2023).

Dia mengatakan psikis dan mental David telah terganggu akibat penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy. Kemampuan daya tangkap otak David, lanjut Mellisa, menurun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena mereka hanya memikirkan fisik, seolah-olah fisik David sudah ada perubahan. Mereka tidak mau tahu bagaimana kondisi mental, psikis, turunnya fungsi otak dan lain sebagainya," ucap Mellisa.

"Bahwa yang mengetahui, selain dokter, bagaimana perubahan David, before dan after kejadian ini adalah keluarga terdekat. Bagaimana David secara perilaku," imbuh dia.

ADVERTISEMENT

Mellisa menyebut penganiayaan yang dilakukan Mario merupakan perencanaan. Menurutnya, unsur penganiayaan berat dan perencanaan dalam kasus itu sudah terbukti.

"Kami melihat jika dicermati dengan baik dari yang disampaikan oleh ahli, ini sudah sangat memberatkan terdakwa, bahwa perencanaan ini sudah jelas, nyata adanya," ujar Mellisa.

"Kemudian penganiayaan berat apalagi, karena tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam beberapa waktu. Terlebih kita tahu, David di ICU saja 55 hari. Itu sudah clear terkait penganiayaan berat," sambung dia.

Mellisa lalu menyinggung bantahan para terdakwa soal perencanaan penganiayaan berat. Mellisa menegaskan kliennya tak pernah ingin ditemui Mario, AG dan Shane.

"Kalau tadi terdakwa berkali-kali menyampaikan, 'Sebenarnya tidak ada perencanaan penganiayaan, yang ada hanyalah perencanaan menemui', nah lagi-lagi saya sampaikan bahwa tidak pernah ada yang setuju untuk mereka temui di sini. Dari situ sudah mulai perencanaan ini," tutur Mellisa.

Simak selengkapnya penjelasan ahli soal penganiayaan berat, di halaman berikutnya.

Sebelumnya, ahli hukum pidana dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Alfitra, menjadi saksi ahli dalam kasus penganiayaan berat terhadap Cristalino David Ozora, dengan terdakwa Mario Dandy Satriyo (20) dan Shane Lukas (19). Alfitra menyebut penganiayaan terhadap korban yang sudah tak berdaya adalah penganiayaan berat.

Hal itu disampaikan Alfitra saat hakim anggota Tumpanuli Marbun menanyakan perbedaan Pasal 351 ayat 2, Pasal 351, Pasal 354 dan Pasal 355 yang mengakibatkan luka berat. Alfitra mengatakan penekanan pasal itu terletak pada unsur perencanaan dan kesengajaan.

"Pasal 351 ayat 2 penganiayaan yang mengakibatkan luka berat. Terus, pasal 354 dengan sengaja melukai berat. Jadi, akibatnya sama. Selain itu, 351 juga penganiayaan dengan perencanaan terlebih dahulu yang mengakibatkan luka berat. Pasal 355 ayat 1 penganiayaan berat yang dilakukan dengan berencana," ucap Tumpanuli saat bertanya pada Alfitra dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, hari ini.

"Sama-sama ada luka beratnya. Kalau ditinjau dari delik materialnya, yang membedakan dua pasal ini gimana menurut ahli?" tanya Tumpanuli.

Alfitra menjawab perbedaannya adalah pada unsur kesengajaan dan perencanaan. Karena niat sengaja dan rencana itu mengakibatkan tindak penganiayaan terjadi.

"Penekanannya adalah sengaja dan berencana. Maka sengaja dan terencana itu tentu ada akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut. Di dalam Pasal 351 ayat 2, di situ dicantumkan. Dalam Pasal 352-nya, di mana akibat perbuatan itu korban tidak bisa menjalankan aktivitas dan mata pencaharian, berat," jawab Alfitra.

"Apakah seperti Pasal 351 ayat 2, penekanannya tadi itu luka berat hanya sebagai akibat ?" tanya Tumpanuli lagi.

"Akibat," jawab Alfitra.

"Terus kemudian, melukai berat sebagai tujuan ?" tanya Hakim Tumpanuli.

"Melukai berat itu tidak. Tujuan itu pasti, melukai berat itu bukan hanya dalam konteks suatu proses yang ditimbulkan, tetapi bisa juga akibat yang berulang atau berkali-kali," jawab Alfitra.

Alfitra mengatakan emosi yang memuncak tak bisa diukur secara subyektif. Dia mengatakan dirinya tak bisa menjelaskan terkait aspek hukum psikologis tersebut.

Hakim Tumpanuli lalu memperdalam pertanyaannya kepada Alfitra. Dia bertanya soal unsur kesengajaan melakukan penganiayaan berat.

"Kalau dari awal, tujuan hanya ingin memberikan pelajaran, saya anggap lah, atau melakukan penganiayaan. Untuk membedakan penganiayaan ini akhirnya melakukan melukai berat. Paham ya? Dari awal tujuannya melakukan penganiayaan, tanpa menyebutkan sebabnya apa, sampai luka bagaimana. Ini baru muncul ketahuannya, baru di lokasi. Ini bagaimana ditentukan, apakah sengaja melakukan penganiayaan berat atau memang penganiayaan itu mengakibatkan luka berat ?" tanya Tumpanuli.

Simak selengkapnya penjelasan ahli soal penganiayaan berat, di halaman berikutnya.

"Sengaja melakukan penganiayaan berat artinya pada saat ketika itu, emosinya memuncak. Maka, emosinya orang memuncak itu kita tidak bisa mengukur secara subjektif. Tetapi, bisa dirasakan oleh pelaku sendiri. Maka, bagaimana aspek hukum psikologis seseorang, saya sebagai ahli pidana tidak bisa menguraikan. Tetapi, dapat kita lihat timbul akibat yang membahayakan," jawab Alfitra.

Hakim Tumpanuli menanyakan batasan penganiayaan berat. Alfitra menyebut penganiayaan itu merupakan penganiayaan berat jika korban tetap dianiaya saat sudah tak berdaya.

"Kalau seseorang sudah tidak berdaya, namun penganiayaan tetap dilakukan, itu termasuk melakukan penganiayaan berat atau gimana ?" tanya Hakim Tumpanuli.

"Penganiayaan berat," jawab Alfitra.

Halaman 2 dari 3
(aud/aud)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads