Suami KDRT Istri Hamil Lama Ditahan, Puan: Subjektif Polisi Jangan Tumpul

Suami KDRT Istri Hamil Lama Ditahan, Puan: Subjektif Polisi Jangan Tumpul

Dea Duta Aulia - detikNews
Selasa, 18 Jul 2023 17:34 WIB
Puan Maharani
Foto: Puan Maharani
Jakarta -

Ketua DPR RI Puan Maharani memberikan perhatian kepada kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang menimpa seorang ibu hamil TM di Serpong. Ia pun turut mendorong kepolisian agar tidak mentoleransi pelaku kekerasan yang sifatnya penganiayaan.

"Kepolisian perlu bertindak tegas dalam menyelesaikan kasus KDRT, dan pastikan untuk mengedepankan perlindungan korban, apalagi jika perempuan yang menjadi korban. Harus ada ketegasan dalam tindak pidana kekerasan," kata Puan dalam keterangannya, Senin (17/7/2023).

BD pelaku KDRT sempat tidak ditahan walaupun sudah menjadi tersangka sehingga ia melarikan diri sampai akhirnya kemudian ditangkap usai Polda Metro Jaya turun tangan dalam penanganan kasus ini. Pelaku juga sempat melayangkan ancaman pembunuhan untuk TM dan keluarganya ketika proses awal pelaporan ke polisi dilakukan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, seharusnya polisi segera menahan BD sejak awal, apalagi pelaku bukan baru kali ini melakukan KDRT kepada istrinya.

"Jangan ada toleransi untuk KDRT. Kejadian di Serpong ini sangat jahat karena penganiayaan dilakukan dengan keji saat istri sedang mengandung anak dari pelaku sendiri. Sejak pemeriksaan seharusnya sudah ditahan," ungkap Puan.

ADVERTISEMENT

Perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI ini memahami permasalahan KDRT kerap kali pelik mengingat antara pelaku dan korban merupakan keluarga dan sering kali korban ingin memaafkan pelaku dengan berbagai pertimbangan. Namun begitu, menurutnya, seharusnya aparat penegak hukum memberi dukungan jika korban ingin pelaku KDRT dihukum.

"Dan seperti yang pernah saya sampaikan, penanganan kasus secara maksimal seharusnya tidak menunggu viral terlebih dahulu," ucapnya.

Puan menyayangkan polisi sempat melepaskan BD meski telah berstatus tersangka oleh Polres Tangsel. Sebab pelaku dikenakan Pasal 44 Ayat (4) UU tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) di mana ancaman hukumannya tidak sampai 5 tahun.

"Subjektivitas polisi harusnya jangan tumpul. Kita selama ini sudah berteriak-teriak untuk perlindungan terhadap perempuan demi kemajuan pembangunan bangsa tapi langkah seperti ini justru membawa kemunduran dari perjuangan kita," ujarnya.

"Kejadian ini membuat kita miris, khususnya bagi kaum perempuan dan istri. Bagaimana seorang suami yang seharusnya melindungi malah melakukan perbuatan penganiayaan. Kepolisian harus tegas dalam menangani peristiwa ini, serta berikan perlindungan dan pendampingan bagi korban," sambungnya.

Puan turut meminta adanya kerja sama lintas lembaga dan kementerian dalam penanganan kasus KDRT. Seperti keterlibatan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan (KemenPPPA) dan Komnas Perempuan dalam mendampingi korban KDRT hingga proses penyelidikan selesai.

"Korban KDRT ini emosi dan mentalnya tengah terguncang, di samping luka fisik yang dialami, ada juga persoalan psikologisnya. Jadi perlu pendampingan khusus dari pemerintah untuk memberikan trauma healing agar korban lebih tegar dalam upaya penyelesaian kasusnya," jelasnya.

Di sisi lain, Puan turut menyoroti banyaknya kasus KDRT di Indonesia. Berdasarkan catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), terjadi 502.641 kasus KDRT yang dilaporkan pada tahun 2022. Dari jumlah tersebut, 92,6% korbannya adalah perempuan.

Sementara dari data Komnas Perempuan, ada 502.641 kasus kekerasan terhadap perempuan (KtP) pada tahun 2022. Sebanyak 417.451 kasus (83,3%) di antaranya adalah KDRT.

"Perempuan cenderung menjadi objek kekerasan, baik dari lingkungan sekitar bahkan keluarga sekalipun. Ini merupakan hal yang mendasar, bagaimana Negara perlu memberikan perlindungan lebih bagi perempuan," kata Puan.

Puan turut menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam mengantisipasi adanya kekerasan terhadap perempuan. Masyarakat perlu memahami bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia yang dapat menghambat pembangunan negara.

"Masyarakat dapat berperan dalam mencegah kekerasan terhadap perempuan dengan melaporkan kasus kekerasan yang mereka ketahui kepada pihak yang berwenang," ungkap Puan.

Selain peran masyarakat, DPR melalui fungsi pengawasannya dipastikan akan selalu mengawal setiap kasus KDRT. Langkah maju DPR dalam meminimalisir kekerasan terhadap perempuan selain melalui UU PKDRT adalah dengan mengesahkan UU No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Meski UU TPKS tidak secara khusus mengatur tentang KDRT, menurutnya, UU ini turut melarang tindak kekerasan fisik, psikis, seksual, atau penelantaran dalam rumah tangga.

"Oleh karena itu, korban KDRT dapat melaporkan kekerasan yang dialaminya kepada pihak kepolisian dan mendapatkan perlindungan hukum sesuai dengan UU TPKS," tutupnya.

Simak Video 'Saat Suami Aniaya Istri Hamil Kirim Ancaman Pembunuhan':

[Gambas:Video 20detik]



(ncm/ega)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads