337 Juta Data Dukcapil Diduga Bocor, Pakar Harap Pemerintah Lakukan Ini

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Selasa, 18 Jul 2023 12:47 WIB
Foto ilustrasi hacker. (Getty Images/sarayut Thaneerat)
Jakarta -

Publik dihebohkan dengan dugaan bocornya 337 juta data warga di Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) yang dijual di internet. Para pakar keamanan siber menyarankan agar pemerintah menginformasikan kepada masyarakat soal kebocoran ini.

"Yang kita inginkan adalah pengelola data bisa mengakui bahwa benar ini datanya bocor, datanya otentik dan ia perlu menginformasikan ke pemilik data kalau data yang dikelolanya bocor. Supaya masyarakat pemilik data tahu kalau datanya bocor dan bisa dieksploitasi. Itu sebenarnya yang harus dilakukan setiap kali terjadi kebocoran data," kata pakar forensik digital dan komputer dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, saat dihubungi, Selasa (18/7/2023).

Kemudian, kata Alfons, pengelola data belajar mengelola data dengan baik. Apalagi jika bisa mengungkap celah kelemahannya.

"Lalu pengelola data belajar bagaimana mengelola dan mengamankan data dengan baik supaya tidak bocor lagi. Syukur-syukur bisa mengungkapkan di mana celahnya supaya kita pengelola data yang lain bisa belajar dan tidak melakukan kecerobohan yang sama," katanya.

Dia menyebut bahwa mungkin saja elemen data tidak sama dengan database kependudukan itu benar. Namun, menurutnya poinnya bukan di situ.

"Soal elemen data tidak sama dengan database kependudukan mungkin saja benar. Tetapi itu bukan poinnya," katan Alfons dihubungi secara terpisah.

Baginya, Kemendagri harus membuktikan keauntetikan data ini. Itu yang paling penting.

Sementara itu, pakar keamanan siber CISSREC Pratama Persadha mengingatkan bahwa kejadian ini bisa seperti kasus Pilpres di Amerika Serikat tahun 2016. Saat itu, heboh soal skandal Cambridge Analityca. Menurutnya, ini berbahaya.

"Ini kayak kasus Pilpres Amerika 2016, di mana ada skandal Cambridge Analityca. Data-data di dalamnya valid. Ini adalah bahaya. Karena dengan NIK dan No KK saja bisa dipakai untuk registrasi SIM cards. Bisa dipakai untuk kejahatan, penipuan, dan lain-lain. Apalagi ada field nama ibu kandung. Bisa dipakai untuk fraud perbankan," katanya.

Dia juga mengatakan bahwa bahaya lain terkait Pilpres. Data ini, lanjutnya, bisa dimanfaatkan untuk kampanye Pilpres 2024.

"Yang bahaya lagi adalah, data-data ini digabungkan dengan data SIM card, dan data-data lain, bisa digunakan untuk kampanye di tahun 2024," ujarnya.




(rdp/imk)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork