Dalam penyelesaian dengan restorative justice, tambah Dedi, pelaku bertanggung jawab memulihkan kerugian yang dialami korban akibat tindakan pelaku. Dedi menjelaskan, korban dalam hal restorative justice, menjalani mediasi dan menentukan sanksi untuk pelaku.
"Masyarakat sebagai mediator, juga berperan menyediakan kesempatan bagi pelaku. Sementara aparat penegak hukum memfasilitasi mediasi," sebut Dedi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Kapolda Kalimantan Tengah (Kalteng) ini menuturkan penghentian kasus dengan restorative justice di Polri, dalam kurun waktu 1 Januari 2021 hingga 14 Februari 2022, mencapai 15.787 kasus. Meski demikian, Dedi mengakui masih ada kendala dalam penerapan restorative justice.
"Kendala dalam implementasi, di sisi pendekatan sektoral belum berorientasi pada restorasi korban, di mana penyelesaian perkara hukum masih berorientasi pada konsep pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana," ungkap dia.
Oleh sebab itu, restorative justice masih harus dirumuskan secara komprehensif. "Harus dirumuskan dulu substansi, struktur, dan kultur hukum dalam suatu program kerja sistem peradilan pidana, yang melibatkan semua unsur criminal justice system."
Kemudian kendala di masyarakat, paradigma publik dinilai Dedi, masih menganut konsep balas dendam. Di mana, publik beranggapan pelaku pidana harus dihukum seberat-beratnya melalui pemenjaraan.
"Padahal pada kenyataannya, sebagian narapidana yang usai menjalani hukuman tak mendapatkan pelajaran seperti yang diinginkan dalam konsep pemenjaraan," tutur Dedi.
Dedi berpendapat perlu adanya perubahan paradigma terkait penegakan hukum di masyarakat. "Penerapan pendekatan keadilan restoratif membutuhkan prasyarat berupa perubahan paradigma masyarakat, yang pada gilirannya diharapkan akan mengubah paradigma penegak hukum," terang Dedi.
Selain itu, Dedi menyampaikan restorative justice dapat membantu menyelesaikan masalah, salah satunya mengurangi jumlah kasus yang menumpuk. Dedi menekankan soal restorative justice telah diatur dalam Surat Edaran Kapolri Nomor 8 Tahun 2018, dan disempurnakan dalam Perpol Nomor 8 Tahun 2021.
"Pendekatan keadilan restoratif sangat tepat diimplementasikan di Indonesia, karena nilai lebihnya berasal dari filosofi yang mengeratkan hubungan antara manusia dengan manusia lain, hubungan dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan alam," pungkas Dedi.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.