Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono menduga adanya peran negara asing dalam polemik Pondok Pesantren Al-Zaytun. Hendropriyono mengatakan polemik Al Zaytun dibangun untuk membuat situasi tidak stabil di Indonesia.
"Ada (indikasi peran negara asing di polemik Al Zaytun). Kita ini lagi menghadapi isu Laut China Selatan. Karena merupakan suatu geostrategi dari negara adi kuasa yang sekarang lagi kedodoran dalam perang Eropa, antara Rusia dan Ukraina," kata Hendropriyono kepada detikcom di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/7/2023).
Menurutnya, negara adikuasa ingin menggeser perang Eropa ke Asia. Namun, kata dia, perang yang dimaksud menggunakan artificial intelligence atau kecerdasan buatan.
"Jadi analisa politik hampir semua ahli-ahli dunia bilang bahwa seluruh negara barat kepengen geopolitik Eropa digeser ke Asia. Isunya digeser ke Asia kemana? Secara geografi adalah Asia Tenggara. Makanya namanya geostarategi dari para belligerent, dari para negara adikuasa adalah menyalanya bara di Laut China Selatan," jelas dia.
Hendropriyono menuturkan negara lain saat ini sudah bersiap-siap menghadapi perang. Salah satunya Singapura dengan memiliki 4 angkatan.
"Dan di situ mereka siap-siap semua. Seperti saya sampaikan tadi, 4 angkatan sekarang sudah (ada), angkatan laut, udara darat, siber, dan siber itu nanti yang akan merupakan battle field, medan tempur, perang psikologi itu tinggal masuk," ungkapnya.
"Jadi yang Al Zaytun pro, Al Zaytun kontra, makin luas. NII (Negara Islam Indonesia) pro, NII anti, PKI pro, terus berkembang barang yang tidak ada. Itu diadu," sambungnya.
Menurutnya, bahkan bangsa ini, kini telah diadu domba. Dia menyebut negara Indonesia merupakan negara yang dituduh mendukung China oleh negara adikuasa.
"Jadi kemungkinan ini bisa dimanfaatkan karena perang. Kita negeri yang dituduh oleh negara adikuasa bahwa pro China, padahal musuh dia China, jadi sasaran nggak kita? Itu aja, jadi sasaran juga," tambahnya.
Hendropriyono mengatakan perang menggunakan artificial intelligence ini akan membuat masyarakat sulit membedakan hoax. Dia pun lantas mengajak masyarakat berhati-hati dan menyiapkan diri untuk perang tersebut.
"Tentara siber akan melepas melalui hoax simulatra yang dilepas oleh kecerdasan buatan, caranya lebih cerdas puluhan kali dari otak manusia. Dan kita akan kebingungan, sekarang aja kita udah bingung, ada hoax kita cek, ini hoax bukan, lama-lama nggak bisa cek lagi. Karena yang lain udah artificiali intelligence," ungkap dia.
"Kita kalau sekarang bisa cek kan ya, eh ini hoax, kita cek ke sini, ini hoax. Nantinya AI ini, kamu cek di situ betul, berarti ini berita betul, padahal nggak betul. Ini kita mestinya kita harus siap-siap ke situ, bukan ribut soal beginian," imbuhnya.
(amw/dwia)