Riuh Lagi di Sidang Haris Azhar-Fatia Sampai Aksi Tunjuk-tunjuk Jaksa

Riuh Lagi di Sidang Haris Azhar-Fatia Sampai Aksi Tunjuk-tunjuk Jaksa

Silvia Ng - detikNews
Senin, 10 Jul 2023 21:02 WIB
Haris Azhar (kemeja putih) menunjuk jaksa di ruang sidang (Silvia-detikcom)
Foto: Haris Azhar (kemeja putih) menunjuk jaksa di ruang sidang (Silvia-detikcom)
Jakarta -

Sidang Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti kembali riuh. Kali ini, Haris Azhar sampai menunjuk-nunjuk jaksa.

Haris Azhar dan Fatia diadili dalam kasus pencemaran nama baik Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Keduanya didakwa mencemarkan nama baik Luhut lewat podcast berjudul 'Ada lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada1! >NgeHAMtam' yang diunggah di kanal YouTube Haris Azhar.

Keriuhan sidang kali ini terjadi saat proses permintaan keterangan dari ahli bahasa UNJ, Asisda Wahyu Asri Putradi. Asisda awalnya menjelaskan soal aspek pencemaran nama baik lewat podcast itu dari sisi bahasa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asisda menilai judul podcast Haris Azhar itu fokus pada seseorang yang dijuluki 'Lord Luhut' yang terlibat dalam kegiatan pertambangan di Papua. Judul itu, kata Asisda, sengaja dibuat bombastis untuk menarik minat pengguna internet.

"Jadi pernyataan 'ada Lord Luhut' dalam judulnya itu berarti ada fokus utama pada seseorang yang mendapat julukan Lord Luhut dimana orang tersebut terlibat dalam kegiatan pertambangan di Papua," kata Asisda.

ADVERTISEMENT

"Jadi judul itu sengaja dibuat bombastis untuk menarik minat supaya siapapun yang mempunyai akses melihat YouTube tadi itu tertarik untuk mendengarkan dialog dengan narasumbernya," lanjut dia.

Jaksa pun meminta Asisda untuk memaknai huruf kapital, tanda kutip, dan tanda seru yang terdapat dalam judul podcast itu. Asisda pun menjelaskan beberapa hal itu digunakan untuk mempertegas atau memperjelas kata atau kalimat tertentu.

Asisda juga menjelaskan ada pergeseran topik secara signifikan yang semula membahas kajian ilmiah menjadi gosip soal orang dalam podcast tersebut. Asisda menyebut penyematan kata 'lord Luhut' itu sebagai daya pikat. Untuk itu, dia menilai hal itu sebagai pencemaran nama baik.

"Jadi terjadi pergeseran topik yang sangat signifikan, yang tadinya mengarah pada hal-hal yang bersifat kajian cepat atau ilmiah berubah menjadi membicarakan orang. Di sini, apakah itu menghina? Apakah itu mencemarkan? Apakah itu memfitnah? Nah itu dalam judul itu tadi sudah tergambar bagaimana perwujudan isi podcast tadi itu ada pemyematan kata-kata yang mungkin kurang pas atau kurang berkenan kepada Pak Luhut seperti itu," ungkap Asisda.

"Jadi di situ dikatakan sebagai sebuah kalau menurut pandangan saya secara kebahasaan, itu dianggap mencemarkan nama baik karena di dalam podcast itu lebih mengarah pada membicarakan orang tertentu, bukan lagi membicarakan kaitan antara penelitian dari 9 NGO itu tadi. Terjadi pergeseran topik yang fokusnya malah kepada Pak Luhut. Itu di situ dapat dilihat dibuktikan dari judul podcast itu sendiri dimana dalam judul itu kata lord Luhut itu menjadi satu kata yang dianggap menjual sehingga membuat orang siapapun yang punya akses ke YouTube atau podcast itu menjadi tertarik atau penasaran dengan isinya. Jadi itu memang sengaja menjadikan Pak Luhut jadi daya pikat. Nah itu kalau saya anggap sebagai pencemaran nama baik," sambung dia.

Haris Azhar (kemeja putih) menunjuk jaksa di ruang sidang (Silvia-detikcom)Haris Azhar (kemeja putih) menunjuk jaksa di ruang sidang (Silvia-detikcom)

Haris Azhar Tunjuk-tunjuk Jaksa

Sidang mulai riuh saat saat jaksa menggunakan analogi ketika bertanya ke ahli. Nah, penggunaan analogi itu kemudian dikoreksi oleh hakim.

"Tadi kan ahli sudah menerangkan terkait pemahaman gramatikal terkait fitnah, berita, dan pemberitaan bohong. Sekarang saya ingin membangun analogi suatu kasus, tapi saya juga tidak menuduh kasus konkret," kata jaksa.

"Jika seseorang itu membuat suatu podcast menyampaikan suatu berita dalam podcast itu, kemudian dasarnya rujukan A, B, C ternyata dalam rujukan itu tidak ada kata-kata itu, mulai dari judul, substansi. Ini tuduhan umpama terhadap seseorang, ternyata sesuai fakta yang kami peroleh di persidangan ternyata itu tidak benar, umpama katanya dia punya saham, ternyata tidak ada sahamnya," sambung dia.

"Seandainya. Seandainya tidak benar bagaimana?" ujar hakim mengkoreksi jaksa.

Pernyataan hakim ketua langsung dipotong oleh tim penasihat hukum Haris-Fatia. Penasihat hukum menilai jaksa mencoba menggiring pendapat ahli.

"Jaksa mencoba menggiring ahli, Yang Mulia," ucap hakim.

Pengunjung sidang kemudian riuh. Pengunjung sidang berteriak dan bertepuk tangan hingga ditegur oleh majelis hakim.

"Huuu... huuu...," teriak pengunjung sidang.

"Jaksa magang," teriak pengunjung lainnya.

"Saudara pengunjung tolong tertib. Kalau Saudara tidak tertib silakan keluar," tegur hakim.

Haris Azhar kemudian berdiri dari kursinya. Dia menunjuk-nunjuk jaksa sambil menuding jaksa memaksa ahli menyampaikan hal yang salah.

"Analoginya salah, (jaksa) memaksa saksi ahli menyampaikan yang salah, karena pertanyaannya salah," ucap Haris sambil terus menunjuk-nunjuk jaksa.

Tim penasihat hukum juga menuding jaksa berusaha menyesatkan persidangan. Dia menilai penggunaan analogi dalam persidangan tidak tepat.

"Yang Mulia, jaksa berupaya untuk menyesatkan persidangan ini, tidak pernah ada jaksa yang menganalogikan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah terjadi di sini," kata penasihat hukum.

"Iya kami bukan menanyakan kasus konkret, kami mengikuti keinginan penasihat hukum menanyakan analogi berarti kan kiasan, karangan, jadi bukan yang konkret, makanya kami menggunakan analogi perumpamaan, perumpamaan, jadi terdakwa dan penasihat hukum tidak usah marah-marah," jawab jaksa. Hakim ketua pun mempersilakan jaksa melanjutkan pertanyaannya.

Simak Video 'Sidang Haris-Fatia Kembali Riuh, JPU Minta Hakim Tegur 'si Provokator'':

[Gambas:Video 20detik]



Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Sidang Riuh Lagi hingga Hakim Beri Peringatan

Keriuhan kembali terjadi di ruang sidang. Kali ini, jaksa sampai meminta hakim mengeluarkan orang yang dianggap provokator. Hakim pun memberi peringatan.

Momen itu terjadi saat ahli bahasa, Asisda, ditanya oleh penasihat hukum terdakwa soal penulisan karya ilmiah.

Jaksa memotong dan menyampaikan keberatan atas pertanyaan penasihat hukum. Jaksa mengatakan Asisda merupakan ahli bahasa, bukan ahli penelitian ataupun jurnal ilmiah.

"Izin, Yang Mulia, ini sudah bertanya masalah penelitian, ahli ini ahli bahasa, bukan masalah penelitian, masalah jurnal," ujar jaksa.

Penasihat hukum mengatakan pertanyaan itu ditujukan untuk menguji kemampuan ahli tersebut. Penasihat hukum mempertanyakan mengapa pihaknya tidak boleh bertanya soal metode penelitian.

"Bukan, Majelis Hakim, kami ingin menguji apakah ahli ini betul-betul capable untuk memberikan pendapat sebagai ahli," kata penasihat hukum.

"Capable dalam bahasa, bukan metodologi penelitian," ucap jaksa.

Hakim ketua Cokorda Gede Arthana pun memotong perdebatan antara jaksa dan penasihat hukum. Hakim menegaskan Asisda merupakan ahli bahasa dan bukan ahli metode penelitian.

Pengunjung di ruang sidang kemudian berteriak dan bertepuk tangan. Para pengunjung mengejek saksi ahli.

"Usir jaksa," ucap salah satu pengunjung sidang.

"Ahli magang," kata pengunjung lainnya.

"Kurang ahli," sambut pengunjung lainnya.

Jaksa meminta majelis hakim menegur sosok yang dinilainya menjadi provokator keributan di dalam ruang sidang. Penasihat hukum tidak terima, dia mengungkit keributan yang terjadi saat Luhut dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan beberapa waktu lalu.

"Izin, Yang Mulia, ada perusuh, yang di belakang, yang baju hitam. Nah, itu Yang Mulia, mungkin bisa diperingatkan karena dia memprovokasi dan tujuannya bukan menonton, tapi merusuh. Coba berdiri mungkin yang tadi," ucap jaksa.

"Saudara, tolong ya," kata hakim Cokorda.

"Majelis Hakim, kami mau mengingatkan ketika Saudara Luhut Pandjaitan datang sebagai saksi, banyak sekali keributan dan saudara penuntut umum tidak keberatan," kata penasihat hukum sambil berteriak. Ruang sidang pun kembali riuh.

"Penasihat hukum tidak perlu marah-marah, jangan memprovokasi," ucap jaksa.

"Bukan, bagaimana kami tidak marah kalau ada diskriminasi dalam sidang," balas penasihat hukum.

Hakim kemudian menegur pengunjung sidang yang membuat riuh. Hakim meminta pengunjung tidak berkomentar, berteriak, dan bertepuk tangan di ruang sidang.

"Ah sudah-sudah, nggak perlu ini perdebatan seperti ini, Saudara saya ingatkan, pada juga kepada pengunjung, tolong jaga persidangan ini supaya berjalan, jangan memberikan komentar-komentar, jangan berteriak dan bertepuk tangan. Ini kasih fokus kepada yang bertanya dulu, kalau sudah menyimpang pertanyaan dari ahli, tolong saudara ahli juga tidak perlu menanggapi," ucap hakim ketua.

Haris Azhar Emosi

Terdakwa Haris Azhar pun sempat emosi saat pertanyaannya ke ahli malah dijawab jaksa. Haris awalnya mencecar ahli bahasa, Asisda, dengan pertanyaan soal apa kerugian bahasa yang dialami Luhut karena podcast-nya.

"Saudara saksi ahli, Anda di BAP halaman 102 jawaban Anda atas pertanyaan di halaman 101, siapa yang dirugikan, lalu Anda menjawab yang dirugikan adalah Saudara Luhut Pandjaitan alias Luhut Binsar Pandjaitan. Betul?" tanya Haris.

"Kalau jawaban saya seperti itu, berarti iya," jawab Asisda.

"Kerugian bahasa apa yang dialami Luhut Binsar Pandjaitan?" lanjut Haris.

"Saya tidak bisa menjawab. Kalau kerugian bahasa saya nggak bisa jawab," balas Asisda.

Pengunjung sidang menyoraki ahli bahasa. Asisda mengatakan kerugian yang dimaksudnya dalam BAP bukanlah kerugian dalam segi bahasa, namun kerugian yang bersifat materiil.

Haris Azhar bertanya mengapa Asisda memberikan penghakiman atau pendapat yang tidak sesuai dengan keahlian bahasanya. Asisda mengatakan dirinya hanya menjelaskan sebuah pernyataan dapat berdampak bermacam-macam. Dia mengklaim tidak menghakimi dalam kesaksiannya.

Haris bertanya lagi apakah Asisda mencabut pernyataannya dalam BAP soal kerugian yang dialami Luhut. Jaksa pun langsung memotong. Haris Azhar lalu emosi.

"Berarti Anda cabut ya keterangan di sini ya?" tanya Haris. Pertanyaan Haris langsung dijawab oleh jaksa penuntut umum (JPU).

"Tidak, tidak ada seperti itu," tegas jaksa.

"Saya kan nanya, kenapa Anda yang jawab, kan BAP atas nama dia?" tanya Haris.

"Pertanyaan Anda selalu menggiring dan menyimpulkan dan tidak dibenarkan secara hukum pidana," ujar jaksa.

Halaman 2 dari 2
(haf/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads