Seperangkat alat kebugaran tertata di salah satu ruangan lantai atas kediaman Deden Gunawan di Cibinong, Bogor. Dia memamerkan hal itu di Instagramnya sembilan pekan lalu.
"Ruarrrrrr... biasyah. Pantesan jarang tampak, sibuk fitness rupanya," saya menggodanya di kolom komentar. Dia tak merespons.
Tapi keesokan harinya, dia menghampiri meja saya seraya mengumbar tawa lepas seperti biasanya. "Harus hidup sehat gue, Kang. Dji Sam Soe dah gue kurangi," jelasnya tanpa diminta.
Rupanya dia terdeteksi mengidap tumor di paru-parunya. "Jangan cuma dikurangi, setop dong sekalian," timpal saya. Dia cuma mesem. Percakapan kemudian beralih ke topik lain. Ngalor-ngidul hingga azan Magrib tiba.
Soal kebiasaannya mengisap nikotin, perilaku Deden Gunawan sempat membuat kami terperanjat. Bukan karena dia biasa menghabiskan lebih dari dua bungkus dalam sehari. Tapi soal kaca yang dilengkapi lampu inframerah. Sementara fotografer biasa menggunakannya untuk mengamankan kamera agar tidak berjamur, dia justru memanfaatkannya untuk menyimpan berbungkus-bungkus rokok kegemarannya.
Di luar urusan rokok, Deden pernah menjadi penggemar burung. Dia merawat puluhan burung yang harganya lumayan mahal di rooftop rumahnya. Tapi belakangan dia melepasnya karena alasan tertentu. Setiap kali liputan atau mengejar narasumber ke daerah, Deden biasa meluangkan waktu untuk nyekar ke makam kiai atau tokoh yang masih dianggap keturunan wali.
Saya mengenal Deden sejak bergabung ke detikcom pada akhir 2011. Tapi hubungan kami baru intens sejak Raja Keraton Agung Sejagat, Toto Santoso, ditangkap dan ditahan di Markas Polda Jawa Tengah, 20 Januari 2020.
Sukses mendapatkan wawancara Toto, kerja sama dengan Deden terus berlanjut. Resminya, dia menjadi produser program Blak-blakan. Tugas utamanya adalah mendapatkan siapa saja narasumber yang tengah menjadi sorotan untuk kami wawancarai. Bukan cuma seminggu sekali, Pemred menambah porsi tayang menjadi tiga kali: Senin, Rabu, dan Jumat.
Ketika Listyo Sigit Prabowo masih berpangkat komjen menjadi Kepala Bareskrim, dua kali kami mewawancarainya. Kami juga yang pertama kali mewawancarai Listyo Sigit tak lama setelah dilantik menjadi Kapolri. Berkat lobi dan jaringan Deden, kami juga diizinkan mewawancarai Ustaz Maher, yang tengah ditahan di Bareskrim. Di kanal YouTube, wawancara itu diputar 4,1 juta kali.
Sementara itu, wawancara dengan mantan Kepala BIN Sutiyoso dan Jenderal (Purn) Hendropriyono masing-masing diputar 2,9 juta dan 2,3 juta kali.
Keberhasilan menembus para narasumber top bukan berarti Deden punya akses langsung. Sama sekali tidak. Tapi dia punya keahlian untuk memanfaatkan jaringannya yang kemudian bisa memfasilitasi atau memberi akses kepada kami untuk dapat melakukan wawancara.
Di luar itu, Deden dikenal royal dan loyal kepada teman. Apalagi itu satu tim dengannya. Dia tak segan merogoh kocek pribadinya untuk mentraktir anggota tim makan setelah mewawancarai narasumber kunci. Dia tak pernah menegur atau membatasi anggota tim untuk memesan menu yang diinginkan.
Lelaki kelahiran 3 September 1973 ini pernah berkarir di Tabloid Oposisi. Di media itu dia bersama Muchus Budi Rahayu. "Aku di Surabaya, dia di Jakarta," kata Muchus.
Deden juga pernah mengabdi di Jawa Pos. Di media yang didirikan Dahlan Iskan itu, dia juga pernah dipercaya untuk mengurusi sirkulasi wilayah Jawa Barat. Kelelahan, dia akhirnya bergabung dengan detik.com. Di media yang didirikan Budiono Darsono ini, Muchus pernah menjadi Kepala Biro Jawa Tengah. Sebelum pamit awal Juni lalu, dia menjabat Wakil Ketua Komite Etik.
Pertemanannya yang sudah lama itulah yang membuat dia tak sungkan tengah malam menyatroni kediaman Muchus di Solo. Waktu itu, kami kesulitan mengirim video wawancara dengan Habib Novel Alydrus, pertengahan April 2021. Jaringan internet di Hotel tempat kami menginap lemotnya minta ampun.
Iin Yumiyanti, pemred sebelum Alfito, generasi pertama di detikcom punya kenangan khusus dengan Deden. Saat cuti melahirkan, Deden lah yang menggantikannya sebagai penanggung jawab Laporan Khusus. "Hari pertama dia datang, pagi aku serah terima tugas ke Deden. Malamnya aku lahiran," tuturnya.
Saat ditugasi ke Aceh, Deden membawakannya oleh-oleh. "Kadang ngeselin kalo soal deadline he-he-he. Tapi ya baik orangnya," imbuh Iin yang sejak beberapa tahun lalu menjabat Wakil Direktur Konten detikcom.
Sebagai pribadi, Deden boleh jadi kurang disiplin menunaikan ibadah ritual. Mungkin karena itu dia mendidik ketiga anaknya dengan pendekatan agama yang kuat. Putranya yang sulung dikirimnya untuk menimba ilmu di sebuah pesantren. Anaknya yang kedua, Gina Nitya Azzahra, menjadi hafiz atau penghafal Al-Qur'an. Dia tak menyembunyikan kebanggaan terhadap putrinya itu.
"Selamat ya anakku, Gina Nitya Azzahra, telah hafiz sebanyak lima juz. Semoga bisa hafiz 30 juz ke depannya. Doakan ayah semoga tetap kuat," tulis Deden di Instagramnya, dua pekan lalu.
Sejak dua bulan lalu, dia memang menjalani perawatan serius untuk mengobati tumor di paru-parunya. Dia pernah lama dirawat di RS Mayapada di TB Simatupang, lalu rawat jalan di RS Persahabatan. Sejak Idul Adha lalu, dia masuk RS Siloam Semanggi. Tapi, selama dirawat itu, dia sengaja melarang kami membesuknya. Dalihnya, kalau dibesuk, malah nggak bisa istirahat. Dalam kesempatan lain, dia mengaku sedang berada di ICU, yang tak boleh ditengok kecuali anggota keluarga terdekat.
Karena itu, dia sempat kaget melihat saya dan beberapa teman bergiliran menemuinya di ruang HCU pada Rabu siang lalu. Kami mendapat izin khusus dari istrinya, Titin Wastini Setiani. Sang istri rupanya sudah punya firasat bila belahan jiwanya itu akan segera pergi menghadap Sang Khalik. Dan benar, selepas Jumatan kemarin, sekitar pukul 13.30 WIB, Deden Gunawan mengembuskan napas terakhir pada usia setengah abad.
Allahumaghfir lahu warhamhu wa'aafihi wa'fu 'anhu.... Selamat beristirahat, kawan. Pada waktunya, kami satu per satu juga akan menyusulmu.
(jat/fas)