Aksi demonstrasi yang kerap terjadi di depan gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta Pusat, membawa kisah tersendiri bagi pedagang keliling. Pedagang mengaku sering kali mendapatkan penghasilan lebih saat jualan di tengah aksi demonstrasi.
Salah satu pedagang air minum, Sardoyo (59), menceritakan pengalamannya saat berjualan di saat demo. Ayah dari tiga anak ini sudah berjualan selama 38 tahun. Dagangannya meliputi berbagai macam minuman, mulai air mineral hingga minuman kemasan lain.
Dalam aksi demo Apdesi yang berlangsung pada Rabu (5/6/2023), Sardoyo menjadi salah satu pedagang yang berjualan di depan DPR. Ia menaruh gerobaknya sejak pukul 07.00 WIB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sardoyo mengaku, biasanya dia hanya meraup omzet Rp 100 ribu per hari. Tapi, ketika ada demonstrasi, pendapatannya bisa naik hingga Rp 200 ribu.
"Kalau ada acara bisa Rp 200 ribu dapatlah. Kalau nggak ada acara, paling Rp 100 ribu," ungkap Sardoyo.
Sayangnya, pada aksi demo kali ini, omzetnya tak begitu besar. Meski sudah buka sejak pagi tadi, tak banyak dagangan Sardoyo yang laku.
"Pendapatan ya enggak tentu (saat demo), kadang-kadang rame, kadang sepi. Nah ini lagi sepi, soalnya minuman makanan (dibagikan) gratis. Jadi enggak selalu (demo) rame. Kadang-kadang kan ya gratis begini, jadi kan jajan juga kurang. Itu saja tadi dibagikan gratis sampai satu tronton," tutur Sardoyo saat dijumpai detikcom di depan gedung DPR/MPR.
Ketika ada demo, Sardoyo berdagang bersama dengan kawan-kawan yang menjadi kompetitornya. Namun dia menjelaskan tidak ada koordinasi antarpedagang ketika berjualan sebelum adanya demo hingga selesai demo. Semua mengalir apa adanya saja.
"Pedagang di sini enggak ada koordinasi sih, masing-masing aja, kalau ngeliat ada acara ya langsung aja," kata Sardoyo.
Seusai demo, Sardoyo memilih tetap berdagang di depan gedung DPR/MPR. Meski ada rasa khawatir akan diusir oleh pihak keamanan, dia mengaku sudah biasa.
"Setelah demo, ya, mau tetap di sini dulu aja. Nanti gampanglah kalau bosen bisa muter lagi. Disuruh pergi sudah biasa," ucapnya.
Sardoyo sudah merantau ke Jakarta sejak 1985. Sejak itu pula dia mulai berjualan minuman.
Di Jakarta, ia tinggal bersama istri dan anak sulungnya yang juga bekerja di Jakarta. Sedangkan dua anaknya yang lain berada di kampung halaman, yakni di Solo.
"Rumah asli di kampung di Solo, cuma di sini juga ada di Depok, mondar-mandir aja," terangnya.
Sementara itu, pedagang lainnya bernama Sapto (54) juga menceritakan pengalamannya jualan di tengah demo. Sapto menyebutkan kadang pembeli rame dan kadang sepi.
"Enggak selalu (demo) rame," kata Sapto.
Sapto mengatakan para pedagang tidak ada koordinasi untuk datang ke lokasi demo. Mereka datang ke lokasi ketika mengetahui adanya demo.
"Masing-masing aja, kalau ngeliat ada acara ya langsung aja," tutur dia.
(lir/lir)