Sekjen Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Farid Aljawi menyampaikan pentingnya pengawasan DPR RI terhadap penyelenggara ibadah haji 2023.
Menurutnya, pengawasan tersebut akan memberikan dampak solutif terhadap berbagai kendala yang dialami jemaah haji Indonesia. Apalagi saat ini terjadi berbagai kendala penyelenggaraan haji 2023.
"Kunjungan DPR untuk pelaksanaan ibadah haji itu sudah sangat tepat karena pengawasan DPR terhadap jemaah haji, baik jemaah haji khusus maupun reguler sangat penting," kata Farid dalam keterangan tertulis, Sabtu (1/7/2023).
Farid menjelaskan pengawasan DPR diperlukan agar dapat memahami situasi dan kondisi yang terjadi di Tanah Suci. Dengan begitu, masukan yang diberikan dari jemaah haji dapat menjadi poin penting dalam perbaikan penyelenggara ibadah haji pada tahun berikutnya.
"Tentu berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait terutama kami sebagai penyelenggara dan pemerintah diharapkan membuat dampak positif pada ibadah haji selanjutnya," jelasnya.
Ia pun menambahkan, ada berbagai kendala yang dihadapi jemaah haji Indonesia. Salah satunya pelayanan selama proses ibadah haji yang disebabkan oleh bertambahnya kuota haji.
"Karena tahun ini adalah tahun pertama pasca pandemi COVID dan kuota yang diberikan full. Jika tidak memastikan dengan baik maka layanannya memang sangat buruk sehingga berdampak pada masyarakat dalam hal ini, haji reguler dan haji khusus," ungkap Farid.
Farid mengungkapkan persoalan sarana transportasi bagi jemaah haji juga menjadi sorotan DPR RI. Sebab, jemaah haji Indonesia sempat telantar di Muzdalifah usai melaksanakan wukuf di Arafah.
Dengan kehadiran tim pengawas haji DPR di lokasi, Farid menilai persoalan tersebut dapat langsung dikomunikasikan kepada pemerintah sebagai penyelenggara ibadah haji.
"Termasuk juga kendala transportasi layanan antar tempat mulai dari penjemputan di Arafah kemudian ke Muzdalifah serta Muzdalifah ke Mina," paparnya.
Di samping itu, Farid juga menyoroti banyaknya pendatang di Arab Saudi yang menggunakan visa nonhaji, namun memanfaatkan fasilitas bagi jemaah haji. Menurutnya, hal ini tentu akan berdampak terhadap jemaah yang memang datang untuk melaksanakan ibadah haji.
"Ada yang menggunakan visa ziarah yang mereka peruntukannya tidak semestinya bisa melaksanakan ibadah haji. Pendaftar visa nonhaji ikut masuk dengan menggunakan tasrih di berbagai maktab yang disediakan untuk haji reguler dan haji khusus," ucapnya.
"Walaupun Pemerintah Saudi sendiri memberikan visa terkait hal tersebut namun visa tersebut tidak seyogyanya dilakukan untuk ibadah haji. Peran DPR di sini bisa menjembatani karena ini mengganggu sistem pemerintah," sambungnya.
Farid mengatakan ada banyak peziarah yang memanfaatkan fasilitas haji, seperti menggunakan tenda jemaah haji di Mina, bahkan termasuk dari masyarakat Indonesia sendiri.
Dengan kehadiran DPR, Farid menilai permasalahan tersebut dapat menjadi catatan sehingga pemerintah bisa memperbaiki kebijakan untuk pelaksanaan haji ke depannya. Pasalnya, DPR akan membahas kendala yang ditemukan selama pelaksanaan ibadah haji ke berbagai pihak terkait.
"Jadi DPR, terutama dari Komisi VIII DPR bisa berkoordinasi dengan Kemenag, Kemenkum HAM dalam hal imigrasi, lalu kemudian dengan Kemenhub menyangkut airlines, dan dengan Kemenkes sehingga pelaksanaan ibadah haji ini tidak dilihat dari sisi pelaksanaannya saja namun semua dimulai dari sisi pengelolaannya," jelasnya.
Farid menegaskan evaluasi yang diberikan DPR RI juga akan berperan dalam penyusunan rencana pelaksanaan ibadah haji untuk tahun selanjutnya. Menurutnya, pengawasan dapat dilaksanakan sejak masa persiapan.
"Sejak lebih awal, bagaimana masyarakat bisa mendapatkan visa, bagaimana masyarakat bisa mendapatkan kuota. Itu dikaji dari evaluasi yang salah satunya dilakukan oleh DPR, sehingga peran DPR pada fungsi pengawasan bukan hanya saat pelaksanaan tapi juga dari saat perencanaan," urainya.
Baca Selanjutnya >>>
(fhs/ega)