Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan menyoroti pembelian 12 unit jet tempur Mirage 2000-5 dari Qatar seharga US$ 800 juta atau setara dengan Rp 12 triliun oleh Pemerintah Indonesia lewat Kementerian Pertahanan. Syarief mengkritisi, pesawat tersebut adalah bekas Angkatan Udara Qatar yang dibeli dari Prancis pada tahun 1997 dan sudah di-grounded 2 tahun lalu.
Syarief mengulas pesawat itu direncanakan berada di Indonesia atau delivery pada tahun 2025, yang artinya usia pesawat sudah 28 tahun.
Ia mempertanyakan mengapa pemerintah tidak menunggu jet tempur Rafale yang rencananya akan tiba di Indonesia pada tahun 2026. Menurutnya, menjaga pertahanan udara Indonesia dari ancaman geopolitik yang kian dinamis meniscayakan alutsista yang mumpuni. Penggunaan alutsista bekas dinilai Syarief akan berdampak pada ketangguhan TNI AU dalam mengawasi seluruh wilayah Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syarief menekankan jangan sampai biaya pemeliharaan dan perawatan pesawat justru menyedot anggaran pertahanan Indonesia. Sebab, kebutuhan akan alustsista pada ketiga matra masih sangat tinggi.
"Presiden Jokowi dalam rapat terbatas kebijakan pengadaan alutsista pada 22 November 2019 telah wanti-wanti jangan sampai pengadaan alutsista dengan teknologi yang sudah usang, sudah ketinggalan zaman, dan tidak sesuai dengan corak peperangan masa depan. Terkait jet tempur bekas dari Qatar ini, pada 2009 silam sebenarnya Pemerintah Qatar sudah berencana menghibahkan kepada Pemerintah Indonesia. Namun waktu itu Pemerintah SBY dalam hal ini Kementerian Pertahanan RI menolak karena biaya perawatannya yang mahal. Inilah yang mengherankan, Kementerian Pertahanan justru sekarang melakukan pembelian," tutur Politisi Senior Partai Demokrat itu dalam keterangannya, Rabu (21/6/2023).
Syarief yang merupakan anggota Komisi Pertahanan DPR RI berpandangan infrastruktur pertahanan berbiaya sangat tinggi. Oleh sebab itu, rencana pengadaan dan pembelian harus dipertimbangkan dengan sangat matang. Jangan sampai pemerintah mengeluarkan dana yang sangat banyak, untuk alutsista yang masih kalah dan tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga.
"Sebaiknya dievaluasi, saya meminta kepada Kementerian Pertahanan untuk menolak pembelian jet tempur bekas dari Qatar ini. Ini bukan hanya perkara kita punya tambahan alutsista, tetapi apakah alutsista itu benar-benar mampu dalam menjaga ruang udara kita. Jika ternyata hal itu tidak optimal, membeli jet tempur baru tetap menjadi pilihan yang lebih baik. Kita harus fokus pada pertahanan jangka panjang," cecar Syarief.
Ia berpendapat lebih baik dana Rp 12 triliun dipergunakan untuk mengoptimalkan pemeliharaan semua pesawat jet tempur eksisting, sambil menunggu 1 tahun kedatangan pesawat baru.
Simak juga 'Saat Prabowo Beri Menhan Qatar Senapan Serbu Bikinan Pindad':