Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menjelaskan alasan mengapa Dewan Pengawas (Dewas) KPK dan Polda Metro memiliki pandangan berbeda perihal dugaan kebocoran dokumen KPK. Apa katanya?
"Begini, antara yang dilakukan Dewas dengan kami itu jauh sangat berbeda. Karena di sana tentang kode etik ya, patut atau tidak patut. Namun sebenarnya secara esensial harusnya sama, secara esensial harusnya sama," ujar Karyoto di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (20/6/2023) kemarin.
Karyoto mengatakan dirinya sempat bertemu dengan Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean untuk membahas kasus ini. Namun, memang Dewas KPK dan Polda Metro memiliki pandangan berbeda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahkan kemarin saya sempat bertemu dengan Ketua Dewas kita diskusi diskusi aja, saya mengatakan temuan kami seperti ini Pak', Dewas bilang 'temuan kami seperti ini'. Kami tidak bisa memaksa, karena sifatnya di sana sukarela. Kalau di kami kan ada teknik teknik untuk mencari yang namanya dokumen," katanya.
"Yang namanya dokumen, yang namanya berkaitan dengan alat bukti kami cocokan dengan kajadiannya ya itu," imbuhnya.
Kewenangan Dewas KPK dan Polda Metro Jaya
Dilihat detikcom, Rabu (21/6/2023), Dewas KPK dan Polda Metro Jaya itu memiliki perbedaan wewenang. Jika dilihat UU KPK 19/2019 berdasarkan perubahan pada putusan MK perkara nomor 70/PUU-XVII/2019, Dewas bertugas untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, menyusun dan menetapkan kode etik Pimpinan dan Pegawai KPK, menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat terkait adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan maupun pegawai KPK. Hal itu diatur di Pasal 37B UU KPK.
Sedangkan, tugas dan wewenang polisi dalam hal ini Polda Metro Jaya yang diatur dalam undang-undang UU No 2 tahun 2002 adalah bertugas membina masyarakat, memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dalam memberi pertolongan mencegah terjadinya pelanggaran hukum.
Kemudian juga polisi berperan untuk melakukan tindakan-tindakan represif non Justisiil yaitu wewenang 'diskresi kepolisian' yang umumnya menyangkut kasus ringan.
KUHAP juga memberi peran Polri dalam melaksanakan tugas represif justisil dengan menggunakan azas legalitas bersama unsur Criminal Justice sistem lainnya. Tugas ini memuat substansi tentang cara penyidikan dan penyelidikan sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Bila terjadi tindak pidana, penyidik melakukan kegiatan berupa:
1. Mencari dan menemukan suatu peristiwa Yang dianggap sebagai tindak pidana;
2. Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan;
3. Mencari serta mengumpulkan bukti;
4. Membuat terang tindak pidana yang terjadi;
5. Menemukan tersangka pelaku tindak pidana.
Berdasarkan hal tersebut, Dewas KPK dan Polda Metro Jaya jelas memiliki wewenang berbeda dalam pengusutan kasus dugaan dokumen KPK bocor.
Simak Video 'Kapolda Metro Ungkap Bocornya Dokumen KPK Memiliki Unsur Pidana':
Kasus Kebocoran Dokumen KPK Naik Penyidikan
Diketahui, setidaknya ada 16 laporan yang diterima Polda Metro Jaya berkaitan dengan dugaan kebocoran dokumen itu. Salah satu pelapor adalah Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) mengaku mendapatkan informasi, sejak 13 Juni 2023, perkara ini sudah naik ke penyidikan.
"Saya dapat informasi itu (kasus naik penyidikan) saat memenuhi panggilan penyidik Polda hari Selasa 13/6 yang lalu," ujar Wakil Ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho, yang merupakan salah satu pelapor kasus, saat dimintai konfirmasi, Senin (19/6).
Nugroho mengatakan, saat diperiksa, dia diberi tahu penyidik bahwa laporan dugaan kebocoran data KPK itu dijadikan satu berkas. Sebab, ada 16 laporan yang sama.
"Saat pemeriksaan itu, saya diberi tahu, dari 16 laporan, karena substansi laporannya sama, maka disatukan menjadi 1 berkas," katanya.
Dewas Bilang Tak Cukup Bukti
Di sisi lain, Dewas KPK yang mengusut perkara ini secara etik memiliki sikap berbeda. Dewas KPK menyatakan laporan ini tidak cukup bukti untuk menyatakan Firli Bahuri melanggar etik. Dewas mengatakan tidak menemukan bukti terkait percakapan antara Firli dan Menteri ESDM Arifin Tasrif terkait data yang disampaikan seperti video penggeledahan tersebut.
Berikut putusan Dewas KPK terkait dugaan kebocoran:
Memutuskan bahwa laporan Endar Priantoro dan 16 pelapor lainnya yang menyatakan Saudara Firli Bahuri melakukan dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku tentang membocorkan rahasia negara kepada seseorang adalah tidak terdapat cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik.
Keputusan itu disampaikan Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di gedung KPK C1, Senin (19/6).
Tumpak menyebut pihaknya juga tidak menemukan adanya komunikasi antara Firli dan Plh Dirjen Minerba M Idris Froyoto Sihite. Dewas juga menyatakan tidak ada dugaan perintah Menteri ESDM Arifin Tasrif untuk menyuruh Sihite menghubungi Firli.
"Tidak ditemukan komunikasi antara Idris Sihite dan Saudara Firli. Dan tidak ditemukan komunikasi Saudara Menteri Arifin Tasrif yang memerintahkan Saudara Idris Sihite untuk menghubungi Saudara Firli," katanya.