Pandemi COVID-19 membuat ekonomi sulit. Usaha terlilit, banyak yang menjerit. Salah satunya dialami pembaca detik's Advocate soal kartu kredit.
Berikut pertanyaan lengkapnya yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com :
Selamat pagi
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perkenalkan saya dengan Ibu Linda, ingin meminta bantuan mengenai hukum tentang kartu kredit macet
Saya ingin menjelaskan duduk perkaranya terlebih dahulu tentang kendala yang sedang saya alami. Saya memiliki beberapa tagihan kartu kredit dan pinjaman dari bank. Pada awalnya semua lancar saja saya membayarnya. Tetapi dikarenakan adanya virus COVID-19 suami saya tidak bekerja lagi. Dan semua menjadi tanggung jawab saya sebagai istri.
Anak-anak saya pun terpaksa berhenti kuliah dikarenakan tiap bulan saya hanya mendapat salary Rp 4 juta dan itupun salary saya dicicil oleh pihak perusahaan karena kondisi keuangan perusahaan yang sedang tidak bagus.
Hampir setiap hari saya dapat telepon dari pihak bank tetapi melalui telepon kantor dan sangat mengganggu karena mereka telepon ke kantor bicara dengan siapa saja yang menjawab telepon.
Saya ingin minta bantuan bagaimana saya harus menghadapi ini semua. Karena saya takut sekali jika harus berhubungan dengan hukuman.
Terima kasih atas waktunya sudah dapat membaca email saya ini.
Best regard,
Rosia Linda
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta pendapat hukum kepada advokat Handika Febrian, SH. Berikut jawabannya:
Salam sejahtera ibu Linda, semoga dalam keadaan sehat selalu sehingga dapat terus menjalankan aktivitasnya dengan baik dan tetap tegar dalam menjalani cobaan yang dihadapi.
Permasalahan kartu kredit secara prinsip hukum perdata adalah perbuatan hukum utang piutang antara Ibu/bapak dengan provider atau bank penyedia jasa kredit yang prinsipnya harus dibayar oleh peminjam atau si berhutang. Apabila ada gagal bayar ibu dapat digugat secara perdata oleh pihak bank atau penyedia jasa kredit dengan gugatan wanprestasi di Pengadilan Negeri setempat.
Berkaitan dengan kesulitan membayar yang sedang dihadapi saat ini, karena suami berhenti bekerja dan perubahan upah dari kantor sehingga berpengaruh terhadap pendapatan, ibu bisa mengajukan keringanan pembayaran cicilan atau restrukturisasi pembayaran kepada bank atau penyedia jasa kartu kredit.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengajukan permohonan dengan disertai alasan-alasan, jika penyedia jasa kartu kredit berkenan nanti akan dibuatkan perjanjian restrukturisasi kredit atau pernyataan kesanggupan membayar cicilan sesuai dengan yang telah disepakati. Jangan lupa untuk melampirkan bukti-bukti pendukung seperti:
1. Surat keterangan berhenti kerja suami;
2. Keterangan perubahan pendapatan atau gaji;
3. Slip gaji ibu;
4. Surat keterangan berhenti kuliah anak.
Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan, semoga berguna.
Terima kasih.
Handika Febrian, SH.
Advokat
Partner di Febrian Siahaan Law Office
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com dengan subjek email: detik's Advocate
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
Simak juga 'Tengah Malam Dapat Spam Penawaran Kartu Kredit Dll, Bisakah Dipidanakan?':