Komnas Perempuan akan memantau penerapan restorative justice kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Pemantauan ini akan dilakukan di 9 provinsi di Indonesia. Di mana saja?
Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Sri Endras Iswarini, mengatakan pemantauan restorative justice akan dilakukan di 9 provinsi di Indonesia. Adapun 9 provinsi yang dimaksud terbagi menjadi 3 region, yaitu Region Barat (Aceh, Kalimantan Barat, Jawa Tengah), Region Tengah (Sulawesi Tengah, Bali, NTT), dan Region Timur (Papua, Maluku, Sulawesi Barat).
"Karena kan kita membandingkan mana wilayah yang dia adalah wilayah berbasis adat. Itu kaya misalnya Papua, Maluku, Sulawesi Barat, Bali, gitu semuanya basisnya adat. Lalu kita bandingkan agama ada Aceh kemudian Jawa Tengah. Lalu ada beberapa wilayah lain sisanya adalah wilayah yang memang gunakan prinsip yah, prinsip penggunaan hukum norma atau hukum nasional. Jadi kita baginya begitu," tutur Theresia dalam jumpa pers di Gedung Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, Selasa (20/6/2023).
Dia mengungkapkan alasan Komnas Perempuan memantau penerapan restorative justice adalah Komnas melihat adanya indikasi yang merugikan korban perempuan dalam sistem hukum keadilan restoratif. Menurut Theresia, sejatinya pelaku KDRT tidak bisa mendapat keringanan hukum.
"Hipotesa kami atau temuan informasi dari lapangan itu KDRT dan kekerasan seksual masih di restorative justice, padahal undang-undang TPKS sudah menyatakan bahwa yang namanya kekerasan seksual tidak bisa di-restorative justice, pasal 23 kan," ujar Theresia
"Nah kalo untuk KDRT memang KDRT itu juga kita harus cek. Delik aduan dengan delik biasa itu berbeda, kalau delik biasa itu sebenarnya tidak boleh di-restorative justice, tapi kalau delik aduan masih ada kesepakatan," sambungnya.
Theresia menjelaskan manfaat pemantauan ini adalah memperbaiki cara pemerintah, dalam hal ini penegak hukum, dalam menerapkan mekanisme keadilan restoratif untuk pelaku KDRT. Sebab, korban KDRT perlu juga diperhatikan.
"Penelitian atau pemantauan restorative justice ini ingin menyumbang pada perbaikan cara pemerintah atau penegak hukum itu melakukan mekanisme keadilan restoratif. Karena apa? Karena dari seluruh yang kita terima informasinya dari semua korban, pemulihan itu nggak dipikirin," pungkasnya.
(zap/imk)