Jaksa KPK mengungkapkan rincian penerimaan suap dan gratifikasi yang diterima gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebesar Rp 46,8 miliar. Jaksa mengatakan suap dan gratifikasi itu diterima Lukas dari Piton Enumbi dan Rijatono Lakka, yang merupakan tim suksesnya (timses).
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa KPK, Lukas menerima suap dan gratifikasi saat masih aktif menjabat Gubernur Papua periode 2013-2018 dan 2018-2023. Suap pertama diberikan oleh Piton Enumbi selaku Direktur dan pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-Lingge, PT Astrad Jaya, serta PT Melonesia Cahaya Timur.
"Terdakwa disahkan sebagai Gubernur Provinsi Papua periode tahun 2013-2018 berdasarkan Salinan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25/P Tahun 2013 tanggal 30 Maret 2013. Dikarenakan Piton Enumbi telah membantu Terdakwa sebagai tim sukses, maka diawal masa jabatan Terdakwa, Terdakwa menginstruksikan kepada Mikael Kambuaya selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua untuk memberikan proyek kepada Piton Enumbi," kata Jaksa KPK saat membacakan dakwaannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (19/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa KPK mengatakan Lukas membagi jatah proyek pekerjaan berdasarkan status ruas jalan Papua yang berisi penetapan kontraktor yang mendapatkan pekerjaan tersebut. Jaksa menyebut Lukas akan memperoleh fee atas proyek yang didapatkan Piton.
"Selain memberikan instruksi kepada Mikael Kambuaya, Terdakwa juga membagi jatah proyek pekerjaan berdasarkan status ruas jalan Provinsi Papua berdasarkan Surat Keputusan (SK) Status Ruas Jalan yang telah ditandatangani oleh Terdakwa, di mana nantinya berdasarkan ruas jalan tersebut akan ditetapkan anggaran dan siapa saja kontraktor yang mendapatkan pekerjaan tersebut. Dengan kesepakatan Terdakwa akan menerima sejumlah fee atas proyek yang didapatkan oleh Piton Enumbi," ujarnya.
Jaksa KPK mengatakan atas perintah Lukas melalui Mikael Kambuaya selaku Kepala Dinas Perumahan Umum (PU) Provinsi Papua Tahun 2013-2017, Piton memperoleh 10 proyek yang bersumber dari dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua selama 2013-2022. Total nilai kontrak 10 proyek itu mencapai Rp 198,1 miliar.
Jaksa KPK mengatakan Lukas menerima sejumlah hadiah dari Piton untuk merealisasikan kesepakatan fee atas pemenangan proyek tersebut. Total hadiah itu sebesar Rp 10,4 miliar yang diberikan dalam bentuk uang dan barang.
Penerimaan dari Rijatono Lakka
Kemudian, jaksa KPK mengatakan pertemuan Lukas dan Rijatono bermula dari tahun 2017. Jaksa menyebutkan saat itu Lukas meminta Rijatono melakukan renovasi rumah pribadinya.
"Bahwa sekitar tahun 2017, Rijatono Lakka dikenalkan oleh Doren Wakerwka selaku Asisten I Bidang Pemerintahan Provinsi Papua kepada Terdakwa selaku Gubernur Provinsi Papua periode 2013-2018. Dikarenakan Rijatono Lakka dianggap memiliki kemampuan di bidang konstruksi, kemudian Terdakwa memerintahkan Rijatono Lakka untuk melakukan renovasi rumah pribadinya," ujarnya.
Jaksa mengatakan Rijatono merupakan tim sukses pemenangan Lukas periode 2018-2023. Rijatono meminta proyek kepada Lukas atas kompensasi kemenangan Lukas kembali menjabat sebagai Gubernur Papua.
"Bahwa ketika masa jabatan berakhir, Terdakwa mengajukan diri sebagai calon Gubernur Provinsi Papua untuk periode 2018-2023. Kemudian Terdakwa meminta Rijatono Lakka sebagai Tim Sukses Pemenangan Terdakwa. Kemudian pada tanggal 4 September 2018, Terdakwa dilantik sebagai Gubernur Provinsi Papua periode 2018-2023. Rijatono Lakka sebagai tim sukses Terdakwa kemudian meminta pekerjaan/proyek kepada Terdakwa sebagai kompensasi atas kemenangan Terdakwa," kata jaksa KPK.
"Atas permintaan dari Rijatono Lakka tersebut, Terdakwa meminta agar Rijatono Lakka menyediakan fee atas proyek-proyek yang diperoleh dari APBD Provinsi Papua dan Rijatono Lakka pun menyetujuinya," imbuhnya.
Selanjutnya, Lukas pun memerintahkan Gerius One Yoman selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Kadis PUPR) Provinsi Papua untuk mengupayakan Rijatono Lakka sebagai penyedia barang dan jasa sejumlah proyek. Ada 12 proyek yang dimenangkan Rijatono dengan total nilai kontrak mencapai Rp 110,4 miliar selama 2017-2021.
"Dikarenakan pihak Biro Layanan Pengadaan Provinsi Papua mengetahui Rijatono Lakka merupakan titipan dari Terdakwa melalui Gerius One Yoman,
maka perusahaan yang digunakan oleh Rijatono Lakka dimenangkan oleh Biro Layanan Pengadaan Provinsi Papua," ucapnya.
Jaksa KPK mengatakan Lukas menerima suap dari Rijatono sebesar Rp 35,4 miliar. Suap itu diberikan dalam bentuk uang dan renovasi fisik aset Lukas seperti hotel, rumah, hingga kosan.
"Bahwa selain menerima fee sebesar Rp 1. 000.000.000,00 pada kurun waktu 2019 sampai dengan 2021, Terdakwa juga menerima fee dari Rijatono Lakka sebesar Rp34.429.555.850.00 dalam bentuk pembangunan atau renovasi fisik aset-aset milik Terdakwa melalui CV Walibhu dengan Fredrik Banne sebagai pelaksana lapangannya," ujarnya.
Terima Gratifikasi Rp 1 M
Jaksa KPK mengatakan Lukas juga menerima gratifikasi senilai Rp 1 miliar saat menjabat Gubernur Papua periode 2013-2018. Uang itu diberikan oleh Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua ke rekening Lukas.
"Bahwa perbuatan Terdakwa, menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp 1.000.000.000,00 haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yakni berhubungan dengan jabatan Terdakwa sebagai Gubernur Provinsi Papua Periode Tahun 2013-2018," kata jaksa KPK.
"Pada tanggal 12 April 2013 bertempat di Bank BCA KCU Jayapura Jalan Sam Ratulangi Dok 11 Kota Jayapura Provinsi Papua, Terdakwa telah menerima uang sebesar Rp 1.000.000.000,00 dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua melalui Imelda Sun yang dikirim ke rekening Terdakwa pada Bank BCA nomor rekening 8140099938," tambahnya.
Atas perbuatannya Lukas Enembe didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. Dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Simak Video 'Momen Lukas Enembe Hadiri Sidang Perdana Kasus Dugaan Suap':