Baru-baru ini, fenomena penyebaran radikalisme online menjadi salah satu perhatian Presiden Joko Widodo. Hal tersebut disampaikan melalui sambutannya dalam Gerakan Literasi Digital di Markas Besar TNI, Jakarta, pada Selasa (13/6).
Jokowi menyampaikan radikalisme berbasis digital serta sejumlah fenomena lain seperti hoaks, penipuan daring, eksploitasi seksual pada anak, perundungan siber, perjudian, dan juga ujaran kebencian lewat media sosial perlu terus diwaspadai karena mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Menghadapi fenomena tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) mengajak seluruh elemen bangsa untuk terlibat aktif menggencarkan kontra terhadap narasi intoleransi, radikalisme dan terorisme terutama dalam mengkampanye narasi moderat di ruang online.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semua masyarakat komponen bangsa, Kementerian Lembaga, harus bersiaga dan bersiap menghadapi dan menyiapkan kontra narasi, menyiapkan diksi-diksi yang moderat, narasi yang tidak provokatif, narasi yang berdasarkan kearifan lokal dengan mencerahkan terutama generasi muda," ucap Direktur Pencegahan BNPT RI Irfan Idris dalam keterangan tertulis, Kamis (15/6/2023).
Fenomena ini tak boleh dianggap remeh lantaran dapat menjerat siapa saja dari berbagai kelompok sosial bahkan intelektual tanpa kecuali. Tak sedikit di antara masyarakat yang terjerat merasakan dirinya baik-baik saja, layaknya penderita COVID-19 dengan kategori Orang Tanpa Gejala (OTG).
Irfan menambahkan propaganda kelompok radikal ekstrem yang terjadi di media sosial ini menjadi ajang meraih simpati. Pemanfaatan media sosial juga telah menciptakan kemunculan jenis simpatisan baru untuk kelompok teroris yang mulai memperluas jangkauannya.
"Coba kita saksikan serangan Bom Bali itu belum melibatkan anak-anak dan perempuan, baru dari pintu ke pintu, itu artinya offline. Setelah ada media sosial, tidak perlu saling kenal, muncullah istilah lonewolf," terangnya.
Ruang media sosial diketahui turut menjadi katalis penyebaran gagasan organisasi-organisasi terafiliasi kelompok teroris global terlarang. Organisasi yang ruang geraknya telah dibekukan tersebut masih bisa menyebarkan pemahaman mereka via media digital.
"Oleh karena itu kita harus waspada agar generasi muda tidak dapat dengan mudah ikut berselancar di dunia maya tanpa mengetahui asal-usul organisasi itu," himbau Irfan.
Ia mengatakan upaya pencegahan sebagai tugas dan fungsi utama dari BNPT perlu terus diperkuat. Langkah tegas ini bukan saja menjadi tanggungjawab BNPT, namun juga seluruh komponen bangsa yang didorong aktif melakukan kolaborasi termasuk via strategi pentahelix.
"Sekali lagi, apa yang disampaikan Bapak Presiden Joko Widodo ini menjadi alarm bagi kita semuanya untuk terus waspada. Jangan mudah berselancar di dunia maya tapi kita tidak punya standing point, tidak punya jati diri. Akhirnya apa yang disampaikan oleh media sosial [membuat] kita terpapar, kita ikut, kita coba-coba. Akhirnya kita tanpa disadari menjadi orang terpapar atau OTG orang tanpa gejala," pungkasnya.
Simak juga 'Saat Jadi Kepala BNPT, Komjen Rycko Ungkap Pesan Jokowi':