Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menambah kewenangan jaksa mengusut kasus kolusi dan nepotisme. Selama ini, kejaksaan baru mendapatkan kewenangan menyidik kasus korupsi saja.
"Menyatakan Pasal 30 ayat 1 huruf D UU Kejaksaan bertentangan dengan UU 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'kejaksaan mempunyai tugas dan berwenang melakukan penyidikan perkara korupsi, kolusi dan nepotisme," demikian bunyi petitum permohonan MAKI, Selasa (13/6/2023).
Ikut bergabung pula melakukan judicial review Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) dan mahasiswa UNS Surakarta, Arkaan Wahyu. Menurut MAKI dkk, kewenangan penyidikan sebuah perkara tertentu oleh lembaga tertentu. Kemudian berkembang dan tersebar dalam produk perundang-undangan (Pajak, Bea Cukai, Jasa Keuangan oleh OJK, dan KPK).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga kewenangan penyidikan perkara korupsi oleh Kejaksaan berdasar UU adalah praktik ketatanegaraan yang kemudian dikembangkan oleh pembentuk UU sebagai ejawantah asas 'open legal policy' tanpa bermaksud tidak melaksanakan Kitab Hukum Acara Pidana secara murni dan konsekuen," urainya.
Baca juga: Riuh Penegakan Hukum di Tahun Politik |
Malah, Kejaksaan Agung dalam perkembangannya melakukan penyidikan perkara kolusi dan nepotisme. Seperti dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Bengkulu sebagaimana tertuang dalam putusan perkara Nomor : 61/Pid.Sus-TPK/2016/PN.BGL jo. Nomor : 7/Pid.Sus-TPK/2017/PT.BGL jo. Nomor : 2291 K/PID.SUS/2017 dan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan.
"Kewenangan kejaksaan memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme itu secara tegas dinyatakan di Penjelasan Umum (alinea V) UU 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Frasa 'memberantas' harus dimaknai bukanlah tindakan yang bersifat administratif, tapi merupakan penegakan hukum berdasarkan hukum acara sesuai tugas dan fungsi kejaksaan," ujarnya.
Kewenangan kejaksaan itu juga secara tegas dinyatakan di Pasal 18 beserta penjelasannya UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih Dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Di penjelasan pasal itu yang dimaksud 'instansi yang berwenang' adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kejaksaan dan Kepolisian.
"Bahwa kewenangan penyidikan perkara tertentu oleh Lembaga tertentu merupakan kewenangan oleh pembuat undang-undang 'open legal policy' namun dikarenakan dalam penjelasan Pasal 30 Undang - Undang Kejaksaan diatur mengenai penyidikan korupsi maka sudah semestinya sekalian diperluas dan dimaknai berwenang melakukan penyidikan perkara Korupsi, Kolusi dan Nepotisme oleh Mahkamah Konstitusi," harap MAKI.
Menurut MAKI, pemberian kekuasaan penyidikan Kejaksaan tidak bertentangan dengan 'due process of law' guna mencapai 'the integrated criminal justice system' dalam sistem peradilan di Indonesia sesungguhnya dibutuhkan semata-mata untuk mengeroyok perkara korupsi, kolusi, dan nepotisme guna menjamin hak asasi warga negara.
"Hal itu sebagaimana dapat becermin pada sistem peradilan pidana di negara Amerika Serikat, Inggris, dan Eropa lainnya," pungkasnya.
Simak juga 'Saat Mahfud: Dari 1.200 Koruptor, 87 Persen Lulusan Sarjana':