Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) KH Abdullah Syamsul Arifin (Gus Aab) menyoroti judicial review (JR) kewenangan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam penyidikan perkara korupsi. Menurutnya hal ini akan menjadi pelemahan kewenangan dan preseden buruk.
"Jadi kalau itu kemudian dipersoalkan dan digugat hanya dengan dalih agar supaya kewenangan-kewenangan ada pada lembaga terpisah, itu akan terjadi pelemahan terhadap kewenangan korps Adhiyaksa tersebut dan ini akan menjadi preseden buruk ke depan dalam penanganan korupsi," ujar Gus Aab, dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/6/2023).
Ia mengatakan saat ini banyak kasus besar yang dalam penanganan Kejagung sepeti ASBRI, Jiwasraya, hingga kasus minyak goreng. Karena itu, menurut Gus Aab, mereka yang terlibat dengan kasus-kasus tersebut akan melakukan berbagai macam cara untuk melawan terhadap penanganan korupsi, sehingga mereka bisa terlepas dari jerat hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Salah satunya adalah dengan cara melakukan judicial review agar supaya kewenangan pihak tertentu yang memang berada pada garda terdepan dalam penanganan korupsi ini diangkat kewenangannya atau dihilangkan kewenangannya. Sehingga apa yang dilakukan itu sangatlah tidak tepat dalam penyelenggaraan negara yang bebas korupsi dan akan menjadi preseden buruk terhadap penindakan korupsi ke depan," ungkapnya.
Menurutnya, pengajuan judicial review oleh beberapa advokat tersebut jelas akan merugikan upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air. Dia juga menduga upaya judicial review tersebut sebagai serangan balik untuk melemahkan Kejagung.
"Dan ini patut dicurigai ini adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh para koruptor untuk keluar daripada kasus yang membelit mereka, yang kemudian menggunakan tangan-tangan orang lain untuk melakukan judicial review. Akhirnya patut diduga ini serangan balik untuk melemahkan Kejagung, karena sekarang yang ditangani oleh Kejagung kan termasuk mega korupsi yang menyangkut berbagai BUMN-BUMN besar," jelas dia.
"Ketika kewenangan ini nanti dicabut akan terjadi pengurangan dan pelemahan. Bagaimana kekuatan dari pada KPK itu menangani hal-hal besar sekaligus? Sementara tenaga yang dimilikinya juga sangat terbatas mengingat menjamurnya kasus-kasus yang ada di tanah air," kata Gus Aab.
Diketahui sebelumnya seorang advokat Yasin Djamaludin menggugat UU Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Yasin Djamaludin meminta kewenangan Kejaksaan untuk menyelidiki dan menyidik kasus korupsi dihapus.
"Menyatakan Pasal 30 Ayat (1) huruf d Kejaksaan RI bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," demikian permohonan Nurhidayat sebagaimana dikutip dari website MK, Minggu (12/3/2023).
Demikian juga kewenangan jaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 39, Pasal 44 ayat 4 dan ayat 5 sepanjang frase 'atau kejaksaan' di UU Tipikor.
"Menyatakan Pasal 44 ayat (4) dan Ayat (5) Khusus frasa 'atau Kejaksaan", Pasal 50 Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3) Khusus frasa 'atau Kejaksaan" dan Pasal 50 ayat (4) khusus frasa 'dan/atau kejaksaan' Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," pinta Yasin
Sebagaimana diketahui, pada saat Kejagung sedang giat mengusut kasus korupsi besar BUMN, sejumlah advokat tiba-tiba mengajukan judical review (uji materi) sejumlah pasal dan frasa terkait kewenangan jaksa melakukan penyidikan tindak pidana korupsi. Mereka menginginkan kewenangan Kejaksaan dalam melakukan penyidikan kasus korupsi dicabut.