Anggota DPRD DKI Jakarta dari F-PDIP Yuke Yurike menyebut kualitas udara di Ibu Kota memasuki kondisi kritis. Yuke mendorong agar pemerintah segera mengambil langkah nyata memperbaiki kondisi ini, salah satunya dengan menambah cakupan transportasi publik.
"Kualitas udara di Jakarta semakin memburuk dalam beberapa tahun terakhir, dan sekarang sudah mencapai tingkat kritis dalam beberapa hari belakangan," kata Yuke dalam keterangan tertulis, Jumat (9/6/2023)
Anggota Komisi D DPRD DKI itu memandang pemerintah harus segera bertindak untuk mengurangi polusi udara. Jika tidak, kata dia kesehatan warga Jakarta akan terus menderita dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika saya turun reses, banyak keluhan dari masyarakat, anak mereka mengalami batuk dan pilek karena paparan dari polusi," ujarnya.
Salah satu langkah yang bisa diambil ialah memasifkan pembangunan transportasi umum, misalnya proyek LRT yang terhenti selama 5 tahun. Yuke juga meminta agar koridor busway ditambah hingga mencakup level terkecil.
"Selain itu juga menambah koridor busway hingga ke level mikro sehingga bisa membuat masyarakat berpindah ke transportasi umum alih-alih menggunakan kendaraan pribadi," ujarnya.
Dorong Cakupan RTH hingga 30%
Yuke juga mendorong agar Pemprov terus mengejar cakupan ruang terbuka hijau (RTH) untuk bisa mencapai target sebesar 30 persen. Saat ini RTH di DKI Jakarta baru mencapai 33,33 kilometer persegi atau setara 5,18 persen dari luas Jakarta yang mencapai 664,01 kilometer persegi.
Selain itu Pemprov harus tegas soal standar emisi. Pemerintah harus menerapkan standar emisi yang lebih ketat untuk mobil dan kendaraan lainnya. Hal ini akan membantu mengurangi jumlah polutan yang terlepas ke udara.
"Saya rasa jika langkah-langkah ini dijalankan oleh pemerintah bisa berdampak positif pada perbaikan kualitas udara Jakarta, sehingga bisa menjadi kota yang lebih sehat bagi semua orang." ucapnya.
Selanjutnya: Penyebab udara Jakarta tak sehat.
Lihat juga Video: Kualitas Udara di Jakarta Dinilai Tidak Sehat
Penyebab Udara Jakarta Tak Sehat
Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta sebelumnya membeberkan penyebab kualitas udara di Jakarta yang dilaporkan tak sehat. Salah satunya lantaran aktivitas warga menghasilkan emisi usai COVID-19 mengalami peningkatan.
"Kualitas udara selain dipengaruhi oleh sumber emisi di mana pada kondisi pasca COVID, saat ini aktivitas manusia yang menghasilkan emisi kembali meningkat," kata Kepala Dinas LH DKI Jakarta Asep Kuswanto dalam keterangannya, Kamis (8/6/2023).
Selain itu, faktor meteorologi turut mempengaruhi kualitas udara saat ini. Di mana, terjadi peningkatan konsentrasi polutan udara ketika memasuki musim kemarau di bulan Mei hingga Agustus. Asep menyampaikan kondisi ini akan mengalami penurunan ketika memasuki musim penghujan di bulan September-Desember mendatang.
"Hal tersebut terlihat dari tren konsentrasi PM2,5 tahun 2019 sampai 2023. Konsentrasi rata-rata bulanan PM2,5 bulan April 2023 sebesar 29,75 g/m3 menjadi 50,21 g/m3 di bulan Mei 2023, namun konsentrasi tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan Mei 2019 saat kondisi normal yaitu sebesar 54,38 g/m3," terangnya.
"Curah hujan akan membantu peluruhan polutan yang melayang di udara, sehingga ketika memasuki musim kemarau hal tersebut tidak terjadi," sambungnya.
Lebih lanjut, kecepatan angin yang rendah di Jakarta berimbas pada stagnasi pergerakan udara sehingga polutan udara akan terakumulasi. Tak hanya itu, kondisi ini dapat memicu produksi polutan udara lain seperti ozon permukaan 03, yang keberadaannya dapat diindikasikan dari penurunan jarak pandang.
"Pola arah angin permukaan memperlihatkan pergerakan massa udara dari arah timur dan timur laut yang menuju Jakarta, dan memberikan dampak terhadap akumulasi konsentrasi PM2.5 di Jakarta," ucapnya.
Kemudian, kelembapan udara relatif yang tinggi dapat menyebabkan munculnya lapisan inversi dekat permukaan. Lapisan inversi merupakan lapisan di udara yang ditandai dengan peningkatan suhu udara yang seiring dengan peningkatan ketinggian lapisan.