Anggota DPR Usul PP soal Pemberian Izin Ekspor Pasir Dikaji Ulang

Anggota DPR Usul PP soal Pemberian Izin Ekspor Pasir Dikaji Ulang

Eva Safitri - detikNews
Jumat, 09 Jun 2023 03:53 WIB
Ketua DPP PKB Luluk Nur Hamidah di Solo, Minggu (19/6/2022).
Luluk Nur Hamidah (Foto: Ari Purnomo/detikJateng)
Jakarta -

Anggota Komisi VI DPR RI Luluk Nur Hamidah meminta Pemerintah mengkaji ulang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Aturan tersebut membuka kembali larangan ekspor pasir laut yang sudah 20 tahun ditutup.

"Saya harap Pemerintah tidak sembrono menerbitkan kebijakan. Maka, saya minta PP ini perlu dikoreksi, dikaji ulang, bahkan kalau perlu dibatalkan," kata Luluk dalam keterangannya, Kamis (7/6/2023).

Politisi PKB ini mengungkapkan, penyusunan PP No. 26 Tahun 2023 memang ranah Pemerintah. Namun menurutnya, Indonesia perlu belajar dari kebijakan masa lalu mengenai ekspor pasir laut yang menuai banyak protes.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perlu diketahui, sejak tahun 2003 Indonesia telah konsisten melarang ekspor pasir laut dengan pertimbangan lingkungan. Presiden kala itu, Megawati Soekarnoputri merestui penghentian ekspor pasir laut lewat Kepmenperin Nomor 117 Tahun 2003.

Larangan tersebut bertujuan menghentikan kerusakan lingkungan, mencegah kaburnya batas maritim, serta menghentikan kerusakan pulau-pulau kecil. Larangan ini kemudian memang memunculkan permasalahan, termasuk adanya beragam aksi pengiriman pasir secara ilegal.

ADVERTISEMENT

Meski begitu, Luluk mendorong Pemerintah mempertegas larangan, bukan malah membuat aturan yang di dalamnya membuka kembali izin ekspor pasir laut.

"Langkah membuka ekspor pasir laut dari hasil sedimentasi laut dikhawatirkan merupakan upaya melegalisasi untuk membawa pasir laut ke luar negeri," tuturnya.

Luluk meminta Pemerintah mencabut aturan (PP) Nomor 26 Tahun 2023. Sebab aturan yang membuka kembali izin ekspor pasir laut dinilai lebih banyak mudaratnya, ketimbang manfaatnya.

"Kita dulu gagal mencegah kebocoran penyelundupan pasir laut yang melibatkan oknum aparat dan penguasa. Dan tidak ada jaminan kita tidak mengulang kembali jika peluang ini dibuka," papar Luluk.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu mendorong Pemerintah mempertimbangkan dampak jangka panjang pengerukan pasir laut. Luluk mengingatkan, pengerukan pasir laut dapat merusak kelestarian lingkungan.

"Jangan melihat manfaatnya saja dalam jangka pendek bagi sebagian aspek tapi mengakibatkan kerugian yang lebih besar bagi lebih banyak aspek untuk jangka panjang," ucapnya.

Di sisi lain, ekspor pasir laut dinilai juga dapat mengakibatkan berkurangnya sumber daya lingkungan. Kebijakan tersebut pun membuka pintu eksploitasi pasir laut yang secara langsung mengancam eksistensi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia.

"Menurut saya, Pemerintah terkesan mengulang kembali kebijakan yang pernah dilarang karena membahayakan ekologi demi kepentingan ekonomi semata. Padahal kondisi ekologi laut kita sedang tidak baik-baik saja, ditandai dengan kerusakan serius mangrove di sejumlah wilayah dan abrasi yang terus berlangsung," sebut Luluk.

Simak penjelasan Seskab terkait izin ekspor pasir, di halaman berikut

Simak Video: Menteri Kelautan Sebut Sedimentasi Pasir Laut untuk Reklamasi di IKN

[Gambas:Video 20detik]



Luluk menolak kebijakan tersebut dan berharap Pemerintah mendengar masukan-masukan dari berbagai pihak, apalagi dengan banyaknya kritikan yang ada terkait aturan tersebut.

"Dengarkan suara masyarakat dan para ahli, yang jelas-jelas mengkhawatirkan dengan adanya PP No 26/2023 ini," tegasnya.

"Pasir laut merupakan isu krusial mencakup ekologi hingga kedaulatan negara. Saya rasa kebijakan yang dibuat Pemerintah tidak urgent dengan dibukanya peluang ekspor pasir laut," sambung Luluk.

Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung buka suara soal alasan pembukaan izin ekspor pasir laut. Pramono mengatakan masalah sedimentasi atau pengendapan menjadi alasan utama penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

"Jadi yang paling utama sebenarnya bukan ekspor pasir laut tapi problem sedimentasi. Karena problem sedimentasi ini hampir di semua arah sungai kita di mana saja itu terjadi dan itu harus diambil. Ketika dia diambil, dia mau dibawa ke mana? Apakah untuk di dalam negeri, apakah untuk diperbolehkan diekspor nanti akan diatur lebih lanjut," kata Pramono di Pangkalan TNI AU, Jakarta Timur, Rabu (7/6/2023).


Pramono mengatakan PP yang baru terbit pada 15 Mei 2023 itu diterbitkan untuk memberikan dasar hukum terkait pemanfaatan pasir hasil sedimentasi laut. Sebab, lanjutnya, sedimentasi tersebut terjadi hampir di semua daerah.

"Untuk pengaturan itu maka Menteri KKP harus membuat peraturan menteri mengenai hal tersebut. Daerah-daerah mana yang diperbolehkan, daerah-daerah mana yang tidak diperbolehkan. Jadi intinya adalah untuk menangani sedimentasi yang ada di muara sungai yang ke laut kan hampir di semua daerah. Karena kalau hanya diambil oleh pemerintah kemudian ditaruh di situ aja ini menjadi permasalahan yang dari hari ke hari makin rumit," papar Pramono.

Pramono mengatakan kebijakan ini juga tidak tiba-tiba dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kebijakan itu, kata dia, dilakukan setelah Menteri Kelautan dan Perikanan hingga Menteri ESDM melakukan kajian mendalam.

"Sehingga kebijakan itu oleh Presiden setelah dilakukan kajian yang mendalam oleh Menteri KKP, Menteri ESDM dan Menteri terkait maka untuk sedimentasinya diperbolehkan. Sedimentasi ya," ujar dia.

Kendati demikian, kata Pramono, aturan mengenai soal izin ekspor pasir laut ini nantinya tidak berlaku untuk semua wilayah. Pramono mengatakan, nantinya ada aturan turunan yang akan diterbitkan oleh Menteri KKP dan Menteri ESDM untuk mengatur lebih lanjut mengenai hal tersebut.

Halaman 3 dari 2
(eva/eva)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads