Keluarga korban persetubuhan ABG berusia 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah (Sulteng), telah mengajukan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). LPSK kini telah memberikan perlindungan darurat ke korban.
"Iya untuk korban, berikutnya perlindungan darurat itu kan perlindungan yang harus segera diberikan. Nah, itu karena misalnya dia harus operasi atau gimana ya harus segera ditangani toh," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo saat dihubungi detikcom, Sabtu (3/6/2023).
Hasto menyebut proses asesmen perlindungan berjalan pararel sembari memberikan perlindungan darurat tersebut. Keputusan ini, katanya, ditentukan karena korban yang masuk ketegori berusia anak-anak itu dinilai membutuhkan bantuan medis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk yang lain apakah perlu perlindungan fisik atau prosedural atau bantuan medis lanjutan atau psikologis ya nanti sambil jalan perlindungan daruratnya diproses asesmen juga," katanya.
Dia mengatakan keputusan itu diambil cepat, bahkan dalam komunikasi via aplikasi percakapan WhatApp (WA), demi memberi penanganan tercepat terhadap korban.
"Kemarin kita sudah putuskan lewat komunikasi WA aja di antara para pimpinan, semua sepakat, ya udah kita berikan perlindungan darurat, terutama untuk bantuan rehabilitasi medis apabila diperlukan operasi atau bagaimana supaya segera bisa dilakukan," sambungnya.
Hukuman Persetubuhan Anak Disebut Lebih Berat dari Pemerkosaan
Kapolda Sulteng Irjen Agus Nugroho dalam konferensi pers pada Kamis (1/6) lalu, mengatakan narasi awal yang menyebutkan pemerkosaan tidak tepat karena tidak ada kekerasan atau ancaman kekerasan di baliknya. Selain itu, perbuatan itu disebut Agus tidak terjadi bersama-sama, sehingga, menurutnya, istilah pemerkosaan bergiliran tidaklah tepat.
"Dalam perkara ini tidak ada unsur kekerasan, ancaman, ataupun ancaman kekerasan termasuk juga pengancaman terhadap korban. Dalam kaitan dengan dilakukan secara bersama-sama, dari pemeriksaan pun sudah jelas dan tegas bahwa tindak pidana ini dilakukan berdiri sendiri-sendiri, tidak dilakukan secara bersama-sama," ucap Kapolda Sulteng Irjen Agus Nugroho, Kamis (1/6).
Namun, dari 11 orang itu, baru 10 orang yang dijerat sebagai tersangka. Seorang yang belum dijerat sebagai tersangka adalah oknum anggota Brimob yang disebut Agus masih menjalani pemeriksaan. Agus juga menyebut alasan oknum Brimob itu belum jadi tersangka karena minimnya alat bukti.
Di sisi lain, ada 3 orang dari 10 orang tersangka yang statusnya masih buron. Dia meminta para buron itu segera menyerahkan diri.
Meski begitu, para pelaku pun dijerat pasal persetubuhan anak yang hukumannya lebih tinggi dari pemerkosaan. Para pelaku dijerat UU Perlindungan Anak UU Nomor 17 Tahun 2016 perubahan UU 23 Tahun 2002 yang diubah dalam UU 25 Tahun 2014, Pasal 81 ayat 2. Menurut Agus, pelaku persetubuhan anak ini terancam hukuman 15 tahun penjara, lebih berat dibanding pelaku pemerkosaan.
"Perkara ini pertama kali kita tangani sejak dilaporkannya ke Polres Parigi Moutong pada tanggal 25 Januari 2023 yang lalu. Dalam laporan tersebut pelapor yang merupakan orang tua atau ibu kandung dari korban melaporkan tentang adanya persetubuhan terhadap anak di bawah umur, terhadap anak kandungnya yang masih di bawah umur, karena pada saat dilaporkan atau pada saat kejadian di bulan April yang lalu usia korban masih berusia 15 tahun 3 bulan," ujar Agus.
"Ancaman pidananya di dalam Pasal 81 ayat 2 tersebut jelas dan tegas ancaman pidana minimalnya 5 tahun, ancaman pidana maksimalnya 15 tahun, ini lebih berat daripada Pasal 285 KUHP yang ancaman hukumannya hanya 12 tahun maksimalnya," tambah Agus.
Lihat juga Video: Ini Tampang Ayah Bejat yang Tega Perkosa Anak Tiri Hingga Hamil 7 Bulan